pendidikan matematika
BAB III
PEMBAHASAN
3.
Permasalahan Pembelajaran Matematika,
Faktor – Faktor Permasalahan, Dan Solusi Permasalahan
Selama melaksanakan observasi di SMPN 5 PONOROGO, penulis
menemukan beberapa permasalahan pembelajaran matematika, diantaranya yaitu :
3.1.Menurunnya konsentrasi belajar siswa
3.1.1.
Permasalahan
Menurut j.Biggers (1980) belajar pada pagi hari lebih efektif dari pada
belajar pada waktu-waktu lainnya. Hal ini dikarenakan pada pagi hari kondisi
jasmani dan rohani siswa masih segar (fresh)
dan memori otak masih kosong, sehingga mudah menyerap materi yang
diajarkan. Menurut Tjipto Utomo, dalam mengikuti kegiatan pembelajaran,
seseorang (siswa) akan mengalami peningkatan konsentrasi setelah menit ke-20.
Setelah itu secara perlahan konsentrasi mereka akan menurun.
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan
memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada
isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru
perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu
belajar serta selingan istirahat. Hal ini sejalan dengan pendapat Rooijakker
dalam Dimyati dan Mudjiono, mengatakan bahwa “kekuatan perhatian selama 30
menit telah menurun”. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan
selama beberapa menit, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.
Ketika pembelajaran sudah berlangsung
20 menit, beberapa siswa mulai tidak konsentrasi dalam belajar. Mereka lebih
tertarik dengan kegiatan lain. Misal berbicara dengan teman sebangku,
memperhatikan lingkungan luar kelas. Jika hal itu tetap dibiarkan, maka dapat
mengakibatkan pembelajaran terhambat, dan siswa tersebut tidak dapat memahami
materi karena siswa tidak konsentrasi dalam belajar.
3.1.2.
Faktor – faktor penyebab menurunnya
konsentrasi belajar
Rendahnya konsentrasi siswa terhadap
suatu pelajaran, belum tentu sumber kesalahannya terletak pada diri siswa.
Keterampilan guru menyampaikan materi ajar yang kurang memadai dapat
menyebabkan kelas menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan siswa. Suara
guru yang kurang keras, sikap guru yang kurang tegas, metode pembelajaran yang
kurang tepat, atau posisi guru saat mengajar bannyak duduk dapat membawa
suasana yang tidak menarik perhatian.
Selain itu cara guru berhubungan dengan
siswa juga sangat menentukan. Guru yang suka marah, mengejek, jarang tersenyum,
atau kurang adil dapat membat siswa menjadi takut dan tidak senang, yang dapat
bermuara pada menurunnya konsentrasi. Materi ajar yang sulit, terlalu mudah
atau kurang variatif dapat mendorong menurunnya konsentrasi siswa. Materi ajar
yang terlalu sulit dapat mengakibatkan siswa menjadi putus asa, takut dan
kurang berminat terhadap pelajaran. Sebaliknya materi ajar yang terlalu mudah
membuat siswa cenderung menganggap enteng dan cepat merasa bosan, sehingga
konsentrasi siswa menurun.
3.1.3.
Solusi permasalahan
Konsentrasi belajar dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan perhatian siswa dalam belajar. Cara-cara
tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan hal-hal yang mempengaruhi konsentrasi
belajar yang dikemukakan oleh Hamalik (1995:50)
1.
Motivasi meningkatkan
motivasi siswa. Siswa dimotivasi agar melakukan perbuatan belajar. Motivasi
yang timbul karena kebutuhan dari dalam diri siswa memang lebih baik, tetapi
jika tidak ada atau belum muncul maka guru perlu memberikan rangsangan sehingga
timbul motivasi belajar siswa. Selain itu perlu diwaspadai jika terjadi
penurunan motivasi siswa.
2.
Mempersiapkan bahan
belajar yang mudah dipahami siswa, disusun dari yang umum ke yang khusus, dari
yang mudah ke yang sulit, disertai contoh-contoh yang mudah dipahami.
3.
Mempersiapkan
alat bantu belajar. Jika perlu guru dapat melakukan diversivikasi alat
bantu belajar dengan bantuan siswa dengan cara membuatnya atau menyediakan
sendiri, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan
alat bantu belajar atau alat peraga tersebut, diharapkan siswa lebih
berkonsentasi dalam belajar.
4.
Menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan menyenangkan. Suasana belajar yang kondusif di rumah
maupun di sekolah antara lain suasana yang tenang, tidak ramai oleh berbagai
bunyi dan suara, sehingga mendukung konsentrasi belajar seseorang.
5.
Menjaga kondisi siswa dalam
belajar agar tetap sehat sehingga anak dapat konsentrasi belajar. Untuk itu
jika anak mengalami penurunan kesehatan perlu segera diantisipasi agar
konsentrasi belajarnya tidak menurun.
Selain itu, untuk
meningkatkan konsentrasi belajar siswa perlu memperhatikan konsep belajar yang
efektif. Belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional
yang ada. Faktor-faktor tersebut dijelaskan oleh Tabrani dkk. (1989:23) sebagai
berikut :
1.
Peserta didik yang belajar harus melakukan banyak kegiatan.
2.
Belajar memerlukan latihan dengan jalan relearning,
recall, dan review agar pelajaran yang terlupakan dapat
dikuasai kembali dan pelajaran yang belum dikuasai akan dapat menjadi milik
peserta didik.
3.
Belajar akan lebih berhasil jika peserta didik merasa
berhasil dan mendapat kepuasan.
4.
Peserta didik yang belajar perlu mengetahui apakah ia
berhasil atau gagal dalam belajarnya.
5.
Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar karena semua
pengalaman belajar secara berurutan diasosiasikan sehingga menjadi satu
kesatuan pengalaman.
6.
Pengalaman masa lampau (bahan persepsi) dan
pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh peserta didik, besar peranannya
dalam proses belajar.
7.
Faktor kesiapan belajar.
8.
Faktor minat dan usaha.
9.
Faktor fisiologis yaitu kondisi badan peserta didik yang
belajar.
10. Faktor
intelegensi.
3.2.Kurangnya
rasa percaya diri pada peserta didik
3.2.1.
Permasalahan
Rasa percaya diri timbul dari keinginan
siswa untuk mewujudkan suatu hal. Beberapa siswa mengalami penurunan rasa
percaya diri. Hal ini disebabkan lingkungan sekolah atau perasaan yang tidak
mendukung. Ini dapat menyebabkan siswa merasa lemah. Dalam konteks proses
pembelajaran, kesiapan untuk belajar sangat menentukan aktifitas belajar siswa.
Apabila guru dapat berinteraksi dengan siswa secara baik, akrab, siswa akan
menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikan oleh guru,
sehingga siswa mempelajarinya dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya apabila guru
kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar
mengajar kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka ia segan
berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Hal ini yang menyebabkan siswa
merasa kurang percaya diri.
3.2.2.
Faktor – faktor penyebab kurangnya rasa
percaya diri pada peserta didik
Dari teori behaviorisme dapat diambil
kesimpulan bahwa kurangnya rasa percaya diri dari seorang siswa bisa
dikarenakan lingkungan belajarnya, teman sekelasnya, ataupun guru yang
mengajar, dan bisa dikarenakan rasa takutnya terhadap dirinya sendiri dan dia
tidak bisa menerima dirinya sendiri. Dalam artian siswa merasa takut terhadap
keputusan yang telah diambil, takut apa yang telah ia lakukan dapat
membahayakan dirinya atau orang lain.
3.2.3.
Solusi permasalahan
Di dalam permasalahan ini perlu adanya
stimulus dan respon agar siswa yang kurang percaya diri dalam belajar agar
dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. Jika dilihat
secara teori belajar behavioristik, teori belajar behavioristik menjelaskan
belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai
secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum
mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons
adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar
berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R
(stimulus-Respon).
Menurut teori ini yang
terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus(S) dan keluaran atau
output yang berupa respon (R). Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus
(s) dan respon (r) dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa
diamati.
3.3.Kebiasaan belajar yang buruk
3.3.1.
Permasalahan
Kebiasaan
belajar merupakan salah satu faktor penunjang tercapainya prestasi belajar
siswa. Dalam rangka mencapai prestasi belajar yang diharapkan, maka dalam
kegiatan belajarnya, siswa hendaknya mempunyai sikap dan cara belajar yang
sistematis. Namun beberapa siswa banyak yang melakukan kegiatan belajar yang
tidak baik.
Kebiasaan belajar yang buruk tersebut
dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan
kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, bergaya, datang terlambat.
Untuk sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidak mengertian siswa dengan
arti belajar bagi diri sendiri.
Adapun perilaku belajar yang
dikategorikan sebagai kebiasaan buruk adalah:
1.
Belajar hanya ketika ada
PR
2.
Belajar kalau akan ada
ulangan
3.
Belajar kalu didampingi
ibu/bapak
4.
Belajar sambil tiduran
5.
Belajar sambil menonton
TV
6.
Belajar sambil main SMS
7.
Belajar tanpa membawa
atau menggunakan alat tulis
8.
Mengerjakan soal latihan
tanpa membaca materi sebelumnya
9.
Belajar samapi larut
malam hampir sepanjang hari
10.
Belajar tanpa target dan
tujuan
11.
Waktu luang banyak
dihabiskan untuk kegiatan yang kurang bermanfaat
12.
Belajar kalau
diperintahkan atau diawasi orangtua
3.3.2.
Faktor – faktor penyebab kebiasaan
belajar yang kurang baik
Ada banyak faktor mengapa anak memiliki kebiasaan buruk
dalam belajar. Faktor-faktor terebut adalah :
a.
Faktor lingkungan, faktor
lingkungan yang turut mendorong terjadinya kebiasaan buruk anak dalam belajar
antara lain adalah : lingkungan fisik rumah yang tidak mendukung, fasilitas
belajar yang terbatas, lingkungan keluarga yang tidak berpendidikan, control
yang lemah dari orangtua, lingkungan sekolah yang kurang mendorong tumbuhnya
semangat untuk belajar di rumah, lingkungan masyarakat yang kurang mendukung
terhadap iklim belajar yang baik, anak banyak berteman dengan kelompok yang
malas belajar.
b.
Faktor pribadi anak, faktor
pribadi anak mengapa memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, dapat disebabkan
hal-hal sebagai berikut : motivasi yang rendah, need for achievement anak
rendah, kesehatan anak yang terganggu, tidak tahu bagaimana belajar yang baik,
tidak ada kedisplinan dalam belajar, tidak bias mengatur waktu, anak salah
memilih teman bergaul.
3.3.3.
Solusi
permasalahan
Menurut Djamarah (2002:
97-106) solusi dari kebiasaan belajar yang buruk dapat dilakukan, yaitu dengan:
a. Masuk
kelas dengan tepat waktu
Siswa dalam melakukan kegiatan
belajar di sekolah tidak pernah lepas dari suatu peraturan sekolah yang salah
satunya adalah masuk kelas tepatwaktu. Ini merupakan kewajiban yang mutlak
harus dipatuhi oleh semuasiswa adapun upaya untuk dapat masuk kelas dengan
tepat waktu memperhitungkan jarak antara runah dengan sekolah.
b. Mengikuti
Pelajaran
Kewajiban pertama setiap
siswa yang belajar di sekolah ialahmengikuti pelajaran. Pelajaranyang diikuti
secara tertib dan penuhperhatian serta dicatat dengan baik akan memberikan
pengetahuanbanyak kepada siswa. Kebiasaan mengikuti pelajaran ini ditekankan
ruda kebiasaan memperhatikan penjelasan guru, membuat catatan, dankeaktifan
siswa di kelas. Ketika sedang menerima penjelasan dari guru tentang materi
tertentu dan suatu mata pelajaran semua perhatian harus tertuju kepada
guru.Pendengaran harus betul-betul dipusatkan kepada penjelasan guru. Jangan
bicara, karena apa yang dibicarakan itu akan dapat membuyarkan konsentrasi
pendengaran. Perhatian memegang peranan penting untuk menyerap apa yang guru
sampaikan atau jelaskan di kelas. Jadi masalah mendengarkan penjelasan guru
tidak bisa dipisahkan dari kegiatan konsentrasi dalam belajar.
Menurut Sudjana(2004:
165) ada beberapa solusi dalam mengatasi situasi
belajar yang bruruk yaitu:
a.
Baca dan pelajari bahan pelajaran yang telah lalu dan bahan
yang akan dipelajari, selanjutnya agar selalu siap menghadapi pelajaran.
b.
Periksa keperluan belajar sebelum berangkat.
c.
Konsentrasi pada saat pelajaran berlangsung.
d.
Catat pokok bahasan yang diterangkan oleh guru.
e.
Ajukan pertanyaan jika ada hal yang belum jelas.
f.
Jika diberikan tugas, mintalah penjelasan secukupnya sebelum
dikerjakan.
g.
Tanyakan pada guru, buku apa yang perlu dibaca untuk
memperdalam materi.
h.
Memantapkan Materi Pelajaran setelah menerima pelajaran di
sekolah, ada baiknya apabila mengulang kembali pelajaran yang diajarkan oleh
guru, misalnya jika ada jam kosong maka pada pada jam kosong tersebut
dipergunakan waktu sebaik-baiknya untuk mengulang pelajaran yang barn diajarkan
tersebut di kelas.
3.4.Suasana
kelas yang tidak kondusif
3.4.1.
Permasalahan
Lingkungan
pembelajaran dalam hal ini, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan kondusif berarti kondisi
yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya,
sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi menjadi
pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
Lingkungan belajar dapat
diciptakan sedemikian rupa, sehingga dapat memfasilitasi anak dalam
melaksanakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar dapat merefleksikan
ekspektasi yang tinggi bagi kesuksesan seluruh anak secara individual. Menurut
Saroni (2006) dalam Kusmoro (2008), lingkungan
pembelajaran terdiri atas dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan
sosial.
Lingkungan fisik dalam
hal ini adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik
baik yang ada dilingkup sekolah, dalam hal ini dalam ruang kelas belajar
di sekolah. Lingkungan fisik dapat berupa sarana dan prasarana kelas,
pencahayaan, pengudaraan, pewarnaan, alat/media belajar, pajangan serta
penataannya.
Sedangkan lingkungan
sosial merupakan pola interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Interaksi yang dimaksud adalah interkasi antar siswa dengan siswa, siswa dengan
guru, siswa dengan sumber belajar, dan lain sebagainya. Dalam hal ini,
lingkungan sosial yang baik memungkinkan adanya interaksi yang proporsional
antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini menjadi permasalahan
yang sering terjadi dikalangan siswa. Terlihatnya suasana kelas yang tidak
mendukung akan membuat terganggunya proses belajar siswa. Seperti terdapatnya
sampah, coret-coretan, suara berisik, dan lain-lain.
Dari hasil observasi,
ketika kita memasuki beberapa ruang kelas ternyata di dalam ruang kelas
tersebut sarana prasarana kurang mendukung. Misalnya tidak ada LCD proyektor
tetap, tidak ada kipas angin sehingga mengganggu proses pembelajaran. Ketika
siang hari udara didalam kelas terasa panas. Sehingga siswa tidak konsentrasi
dalam mengikuti pembelajaran.
Selain itu, ketika
pembelajaran akan dimulai banyak terdapat sampah diruang kelas. Sehingga siswa
harus membersihkan ruang kelas terlebih dahulu. Hal itu menyebabkan proses
pembelajaran tertunda.
3.4.2.
faktor – faktor penyebab lingkungan
tidak kondusif
1.
Suasana dalam kelas. Guru menjadi pihak yang paling
bertanggung jawab dalam pengelolaan pembelajaran di ruang kelas. Strategi dan
metode pembelajaran yang digunakan sangat menentukan kondusif atau tidaknya
suasana belajar. Kemudian bagaimana guru menguasai situasi belajar siswa. Guru
tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, namun yang lebih penting adalah
mampu menguasai dinamika kelas yang dihuni oleh berbagai sifat dan watak siswa.
Jika guru tidak mampu menguasai dinamika kelas, suasana kelas akan gaduh
dan ribut oleh sikap dan perbuatan siswa yang beraneka ragam.
2.
Lingkungan di sekitar
kelas atau sekolah. Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila
didukung suasana yang nyaman dan tentram di sekitar kelas atau sekolah. Lokasi
sekolah yang berada terlalu dekat dengan keramaian, seperti: pasar,
pinggiran jalan raya atau pabrik cenderung mengganggu konsentrasi siswa dalam
belajar. Tidak hanya persoalan bunyi, bau tak sedap pun dapat mengganggu
konsentrasi belajar siswa dalam belajar. Sekolah yang berada terlalu dekat
dengan areal peternakan atau perkebunan karet misalnya, akan membuat suasana
belajar menjadi tidak kondusif.
Faktor – faktor lain penyebab lingkungan belajar tidak
kondusif :
a.
Tingkat
penguasaan materi oleh siswa di dalam kelas
Efek negatif jika materi yang akan disampaikan terlalu
tinggi atau sulit dan tidak dilakukan penyesuaian materi maka biasanya akan
menimbulkan kegaduhan kelas atau siswa kurang serius untuk mengikuti materi
yang sedang dibahas.
b. Fasilitas yang diperlukan
Jika suatu materi membutuhkan fasilitas alat, media,
tempat atau biaya tertentu dan itu ternyata diluar kemampuan kelas atau sekolah
maka sebaiknya dilakukan penyesuaian seperlunya tanpa mengurangi esensi materi
yang sedang disampaikan.
c.
Kondisi siswa
Jumlah jam belajar yang harus diselesaikan oleh siswa
dalam satu hari juga menjadi salah satu faktor penyebab kelelahan siswa. Siswa
lesu, mengantuk, lapar atau karena ada kegiatan diluar yang akan dilakukan dan
sebagainya ini dapat mempengaruhi situasi kelas.
d. Metode Pembelajaran
Banyak guru yang tidak menyadari bahwa teknik mengajar
yang digunakan untuk menyampaikan materi tidak cocok dengan situasi kelas yang
hal tersebut bisa menjemukan dan kurang menggairahkan suasana kelas.
3.4.3.
solusi permasalahan
Menurut Naim (2009),
ada dua aspek penting yang perlu dikembangkan oleh seorang guru sehingga mampu
menciptakan pembelajaran yang kondusif bagi siswa, yaitu pribadi guru dan
suasana pembelajaran. Perpaduan kedua aspek tersebut akan menjadikan dimensi
inspiratif semakin menemukan momentum untuk mengkristal dan membangun energi
perubahan positif dalam diri siswa. Kepribadian guru sebagai orang dewasa dapat
menjadi model sekaligus pengarah dan fasilitator belajar yang tercermin dari
suasana atau iklim pembelajaran yang diciptakan di dalam kelas. Kedua aspek
ini, pada gilirannya akan mampu mengakumulasi potensi diri para siswa untuk
semakin meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya.
Suasana kelas
yang kondusif tentu saja didambakan oleh semua guru dalam mengajar. Kelas yang
kondusif akan memudahkann transfer nilai-nilai yang akan kita ajarkan pada
siswa kita.
Beberapa cara
menciptakan kelas yang kondusif antara lain adalah:
a. pengamatan karakter siswa
seorang guru harus bisa dan mulai belajar dalam memahami dan mendalami
karakter siswa. Manfaat nyata ketika sudah mampu memahami karakter siswa maka
dengan mudah mengatur model pembelajaran dan penguasaan dikelas.
b. Membuat peraturan atau tat tertib
Peraturan atau tata tertib yang sengaja dibuat demi sebuah kemajuan
peserta didik tentu sangatlah penting. Peraturan yang terbuat akan membuat
mereka peka dan disiplin.
c. Penguasaan materi ajar
Seorang pendidik harus mampu menguasai materi ajar dengan baik, gruru yang
tidak menguasai materi ajar akan membuat perhatian siswa buyar.
d. Konsisten
Jika sudah memiliki jurus ampuh dalam menciptakan suasana kelas yang
kondusif maka langkah yang paling penting adalah sebuah konsiten. Percuma saja
sudah menyusun program dalam menciptakan kelas yang kondusif namun tidak
dijalankan dengan baik dan berkelanjutan.
e. Kenyamanan
Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan,
cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
f.
Keindahan
Prinsip keindahan ini berkenaan
dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi
kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berpengaruh
positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan.
Penyusunan dan pengaturan ruang
belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok dan memudahkan guru
bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam
belajar.
g.
Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan
yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti
penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan
metode diskusi, dan kerja kelompok.
3.5.
Ketidakmampuan belajar
3.5.1.
Permasalahan
Belajar menurut Gagne
dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis
perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya
berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah
melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu
pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks
atau perilaku yang bersifat naluriah. Aktivitas belajar bagi setiap
individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar,
kadang-kadang tidak lancar, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang
dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang
semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi.
Setiap individu memang
tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan
perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. Dengan demikian
kesulitan belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu keadaan di mana anak didik
tidak dapat belajar sebagaimana mestinya” (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono,
2004: 77).
Kesulitan belajar
mencakup permasalahan pemahaman anak dalam memahami materi yang diterima.
Dengan demikian, kesulitan belajar merupakan hasil dari gangguan dari satu atau
lebih proses yang terkait dengan mengamati, berpikir, mengingat atau belajar.
Gangguan ini bukan karena terutama untuk mendengar dan perbedaan atau visi masalah, faktor-faktor
sosial-ekonomi, budaya atau bahasa, kurangnya motivasi atau mengajar tidak
efektif.
Dari hasil observasi
kelas, saat guru memberikan sebuah permasalahan beberapa siswa kesulitan dalam
memecahkan masalah tersebut. Kesulitan yang dihadapi siswa ini timbul
dikarenakan ketidakmampuan siswa dalam menerima materi yang diberikan. Siswa
kurang memahami potensi yang mereka miliki. Ketika guru tidak bertanya tentang
kesulitan siswa dalam belajar, siwa tidak berani untuk bertanya atau
mengungkapkan kesulitan yang dialami.
3.5.2.
Faktor – faktor
penyebab ketidakmampuan belajar
Faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi salah
satu penyebab anak berkesulitan belajar. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak
jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun,
kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku
(misbehaviour) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas,
berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor
penyebab timbulnya ketidakmampuan belajar terdiri dari dua macam, yakni:
a.
Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang
muncul dari dalam diri siswa itu sendiri.
b.
Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang datang
dari luar diri siswa itu sendiri.
Kedua faktor ini meliputi ragam keadaan
sebagai berikut:
1.
Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan
psiko-fisik siswa, yaitu:
a.
Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti
rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa;
b.
Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti
labilnya emosi dan sikap;
c.
Yang berdifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
2. Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern
siswa meliputi semua kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas
belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:
a.
Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan
antara kedua orang tua, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.
Lingkungan sekitar/masyarakat, contohnya: wilayah
perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (pear group) yang nakal.
c.
Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung
sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat pendukung
sarana belajar yang berkualitas rendah.
3.5.3.
Solusi
permasalahan
a.
Mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahan
keadaan didalam kehidupan dan didalam dunia yang senantiasa berubah ini,
melalui bertindak atas dasar pemikiran secara logis dan rasional, kritis dan
cermat, obyektif, kreatif, dan efektif.
b.
Mempersiapkan anak didik agar dapat memahami materi
pelajaran secara tepat dan mampu menyelesaikan masalah dalam proses
pembelajaran.
c.
Mengingatkan kepada peserta didik untuk selalu belajar, dan
banyak latihan supaya kesulitan-kesulitan dalam proses pembelajaran tersebut dapat terselesaikan dengan mudah
3.6.
Kurangnya perhatian siswa
pada saat pembelajaran
3.6.1.
permasalahan
Lingkungan sekolah merupakan lembaga
pendidikan formal yang dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat. Pendidikan
sekolah di dalam kelas dapat dikatakan sebagai sebuah pembelajaran.
Pembelajaran menurut Sugihartono (2007: 81) adalah upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan
menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta hasil yang optimal.
Dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan tentunya ada tiga komponen pokok yang harus ada, yaitu pendidik
(guru), bahan ajar (materi), dan siswa. Guru bertugas menyampaikan bahan ajar
dan siswa menerima bahan ajar tersebut. Guru di dalam kelas dituntut mampu
menghadapi situasi kelas dengan karakteristik siswa yang berbeda-beda. Dengan
adanya karakteristik siswa yang berbeda-beda, maka di dalam menerima bahan ajar
pun juga berbeda-beda. Agar dapat menerima bahan ajar dengan baik, maka siswa
perlu memperhatikan penyampaian bahan ajar yang disampaikan oleh guru.
Persoalan ini termasuk dalam persoalan intern pembelajaran.
Aunurrahman (2010: 178)
menyatakan bahwa: “Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi
kepribadian siswa, baik fisik maupun mental. Berkaitan dengan aspek - aspek
fisik tentu akan relatif lebih mudah diamati dan dipahami, dibandingkan dengan
dimensi - dimensi mental atau emosional. Sementara dalam kenyataannya,
persoalan - persoalan pembelajaran lebih banyak berkaitan dengan dimensi mental
atau emosional.”
Tampak jelas bahwa
persoalan mental atau emosional akan lebih banyak ditemui oleh guru, salah
satunya adalah perhatian siswa pada saat
pembelajaran. Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar.
Dimyati (2006: 42) berpendapat bahwa: “Perhatian terhadap pelajaran akan timbul
pada siswa apabila bahan ajar sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan ajar
itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih
lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari - hari akan membangkitkan
motivasi untuk mempelajarinya. Apabila
perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.”
Perhatian merupakan
pemusatan tenaga psikis yang tertuju pada suatu objek. Perhatian dalam suatu
pembelajaran dipusatkan pada penyampaian materi yang diberikan oleh guru. Siswa
membangkitkan perhatiannya ke segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang
menjadi isi pelajaran biasanya dalam bentuk
suara, warna, bentuk, dan gerak yang diberikan oleh guru.
Dari berbagai macam bahan pelajaran
yang diberikan oleh guru, ada satu bahan pelajaran yang sering kurang mendapat perhatian dan tidak disukai oleh
sebagian siswa, yaitu Matematika.
Matematika masih dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan, sukar, dan
tidak menarik sehingga siswa kurang termotivasi dalam mempelajari Matematika.
Dalam kegiatan KBM sering terjadi
masalah siswa tidak memperhatikan pembelajaran. Jika hal itu terus berlanjut
maka akan mengganggu proses pembelajaran siswa. Pada waktu observasi magang di
SMPN 5 PONOROGO hal itu juga terjadi. Ada beberapa siswa ketika pembelajaran
berlangsung mereka tidak memperhatikan pembelajaran, tetapi mereka lebih
tertarik dengan aktivitas mereka sendiri.
Berdasar sebuah studi UC
Davis (ScienceDaily: 2009) menunjukkan bahwa masalah perhatian dapat menghambat
belajar dan awal gangguan kejiwaan seperti ini sebagian penyebab kegagalan di
kemudian hari. Contoh dari rendahnya perhatian siswa dapat dilihat dalam setiap
pembelajaran, siswa yang melakukan kegiatan di luar kegiatan belajar, maka
siswa tersebut tidak memperhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung.
3.6.2.
Faktor – faktor penyebab kurangnya
perhatian siswa pada saat pembelajaran
Faktor – faktor yang menyebabkan kurangnya perhatian siswa dalam kegiatan
belajar, yaitu :
1.
Siswa tidak suka dengan materi
pembelajaran
2.
Siswa tidak bisa materi
tersebut, sehingga menimbulkan masa bodo (acuh tak acuh) terhadap materi
3.
Siswa bosan dengan metode
pembelajaran
4.
Siswa tidak tertarik
dengan metode pembelajaran yang diberikan oleg guru
5.
Tidak adanya motivasi
belajar terhadap siswa sehingga siswa tidak memperhatikan pembelajaran
3.6.3.
Solusi permasalahan
Menurut Rusmita Kurniati
(2009): “Perhatian siswa meliputi perilaku siswa dalam proses belajar mengajar
dalam bentuk kemauan siswa untuk
mendengarkan penjelasan dari guru, mengerjakan tugas yang diberikan guru,
mencatat materi penting, melihat gambar atau media yang digunakan, mendengarkan
pendapat teman, menjawab pertanyaan dari guru, dan bersikap tenang di dalam
kelas.”
Perhatian siswa dapat
ditunjukkan dalam aktivitas yang dilakukan dalam pembelajaran. Jika siswa
benar-benar memperhatikan, maka siswa akan mengikuti aktivitas pembelajaran
dengan baik. Syaiful Bahri Djamarah (2011: 38) menyatakan aktivitas belajar
tersebut meliputi mendengarkan, memandang, meraba, membau, mencicipi, menulis
atau mencatat, membaca, membuat ringkasan, mengamati, mengingat, dan men
gerjakan latihan.
Siswa yang memperhatikan
pembelajaran, maka siswa akan mengikuti semua aktivitas pembelajaran di dalam
kelas. Siswa tidak memiliki kegiatan lain selain kegiatan yang diberikan atau
diarahkan oleh guru. Siswa yang memperhatikan pembelajaran dengan baik maka
akan menerima apa yang telah disampaikan oleh guru tersebut dengan baik pula,
sehingga tidak akan terjadi miss
communication yang dapat berakibat fatal. Selain itu, siswa akan mudah dalam
mengerjakan soal -soal sesuai dengan materi
yang telah disampaikan guru dan akan memperoleh prestasi yang baik pula.
Misalnya, siswa mendengarkan bagaimana seorang guru menjelaskan tentang urutan
mengerjakan soal penjumlahan dalam pembelajaran Matematika. Jika siswa
mendengarkan dari awal hingga akhir penjelasan guru, maka siswapun akan mudah
mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan penjumlahan sehingga siswa akan
menjawab dengan benar dan mendapat prestasi yang baik meskipun bilangan yang
digunakan berbeda.
Solusi pemecahan masalah terkait
kurangnya perhatian siswa dalam KBM yang dapat dilakukan oleh guru :
Selain siswa yang membangkitkan
perhatiannya sendiri, guru juga dapat membangkitkan perhatian peserta
didiknya, yaitu dengan cara :
1.
Menggunakan metode
pembelajaran secara bervariasi,
2.
Menggunakan media yang
menarik namun tetap sesuai dengan materi,
3.
Menggunakan gaya bahasa
yang tidak monoton, dan
4.
Menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang membimbing.
Abu Ahmadi (2003: 149) menyatakan bahwa
masing-masing siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda maka memiliki
perhatian yang berbeda-beda pula. Perhatian itu dapat terbagi menjadi perhatian
spontan dan perhatian disengaja, perhatian statis dan dinamis, perhatian
konsentratif dan distributif, perhatian sempit dan luas, serta perhatian fiktif
dan fluaktif.
3.7.
Kurangnya motivasi siswa
dalam belajar matematika
3.7.1.
Permasalahan
Mayoritas soal Matematika yang
diberikan guru terlalu kaku. Umumnya, siswa di Indonesia lebih banyak
mengerjakan soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol Matematika yang
dikemas dalam konteks yang jauh dari
realitas kehidupan sehari -hari. Akibatnya, siswa sering kali merasa bosan dan
menganggap Matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Siswa pun
tidak mampu menerapkan teori di sekolah untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan anggapan
bahwa pelajaran Matematika itu tidak menyenangkan maka siswa tidak mau
memperhatikan guru saat pelajaran berlangsung. Mereka justru memiliki kegiatan
sendiri di luar kegiatan pelajaran.
Siswa yang tidak memperhatikan
penjelasan dari guru, tidak akan dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan,
karena pelajaran Matematika itu perlu penjelasan keruntutan dalam mengerjakan
bahkan ada yang memerlukan media dalam penyelesaiannya. Hal yang paling
berbahaya jika siswa sudah tertinggal dalam mengikuti pembelajaran, yaitu siswa
akan kesulitan dalam menerima materi atau bahan pelajaran berikutnya. Di dalam
Matematika terjadi kesinambungan antara rumus yang terdahulu dengan rumus-rumus
berikutnya.
Rendahnya prestasi
belajar juga dapat disebabkan oleh motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran
Matematika masih kurang. Motivasi yang kurang
itulah yang akan membuat siswa kurang mau memperhatikan guru dalam
pembelajaran. Apabila motivasi itu tumbuh pada siswa, maka siswa akan melakukan
aktivitas belajar dengan baik dan meraih hasil yang optimal.
Contoh rendahnya motivasi dalam
pembelajaran yaitu adanya siswa yang tidak melakukan kegiatan belajar. Hal ini
pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya.
Selain itu, siswa juga belum memiliki dorongan atau merasa butuh untuk belajar
Matematika.
Motivasi mengacu pada “kesediaan siswa, kebutuhan,
keinginan dan keharusan dalam berpartisipasi, dan keberhasilan dalam proses
pembelajaran”. Motivasi merupakan alasan individu untuk berperilaku dalam
situasi tertentu. Motivasi biasanya
didefinisikan sebagai kekuatan yang menjelaskan semangat, seleksi, arah, dan
kelanjutan perilaku. Motivasi dapat memberikan alasan, insentif, antusiasme,
atau kepentingan yang menyebabkan tindakan tertentu atau perilaku tertentu.
Motivasi ada dalam kehidupan sehari-hari misalnya tindakan sederhana, yaitu
makan dimotivasi oleh rasa lapar.
Demikian pula pendidikan yang
dimotivasi oleh keinginan untuk pengetahuan. Secara
komprehensif motivasi merupakan bagian dari tujuan seseorang, keyakinan
seseorang mengenai apa yang dianggap penting.
3.7.2. Faktor – Faktor
Penyebab Rendahnya Motivasi Siswa Dalam Belajar Matematika
Banyak faktor
yang menentukan apakah siswa termotivasi atau tidak termotivasi untuk belajar. Motivasi dapat timbul karena
adanya perlakuan dari luar (eksternal) maupun adanya perlakuan dari dalam (internal). Faktor internal
berasal dari dalam diri siswa sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri siswa
misalnya dari lingkungan keluarga, masyarakat, guru, orangtua, teman, dll.
Pandangan atau persepsi dari masyarakat terhadap
matematika bahwa matematika itu sulit juga berdampak pada motivasi siswa
terhadap pembelajaran matematika. Pengalaman pembelajaran matematika dari
jenjang sebelumnya juga sangat berpengaruh terhadap motivasi siswa. Siswa tidak
akan termotivasi jika pembelajaran matematika dalam jenjang sebelumnya tidak
berjalan dengan baik.
Karakteristik
matematika yang sangat khas antara lain yaitu bersifat abstrak, menggunakan
lambang-lambang yang kurang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, proses
berfikir yang dibatasi oleh aturan-aturan yang ketat, dan materi dalam
matematika kadang tidak terlihat kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini menyebabkan kebanyakan siswa tidak mudah untuk secara langsung
menaruh minat terhadap matematika.
Siswa harus
bekerja keras terlebih dahulu untuk dapat melihat “k e i n d a h a n” atau daya
tarik matematika. Banyak siswa yang tidak memiliki ketekunan dan mau bergelut
dengan kerja keras untuk menemukan “k e i n d a h a n” tersebut.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan siswa kurang
berminat dalam belajar matematika :
1. Faktor Budaya
Makin banyaknya teknologi yang dapat
menggantikan peran kerja manusia, makin membuat orang tidak mau bekerja keras
dan cenderung menyerahkan banyak hal kepada mesin atau alat bantu lain.
2. Faktor Sistem Pendidikan dan
Kurikulum
Sistem pendidikan kita cenderung
menentukan segala sesuatunya dari “atas”, paradigma ini kemudian berpengaruh
dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru adalah sumber informasi utama dan siswa adalah seolah bejana kosong yang
akan diisi dengan berbagai macam pengetahuan. Siswa hanya sebagai objek belajar
dan proses belajar masih berpusat pada guru. Masalah lain adalah kurikulum yang
padat materi dengan alokasi waktu yang terbatas, tidak kontekstual dengan
tingkat kesulitan tidak sesuai dengan perkembangan siswa.
3. Faktor orang tua atau keluarga
Banyak orang tua kurang dapat
memahami beratnya beban siswa dalam belajar di sekolah, sehingga banyak orang
tua yang tidak supportif terhadap anak-anaknya. Terkadang orang tua terlalu
mengandalkan proses belajar di sekolah, sehingga perkembangan siswa tidak terpantau
atau bahkan tidak terperhatikan sama sekali. Jika pun ada orang tua yang
mempunyai waktu lebih untuk memperhatikan perkembangan belajar anaknya, masalah
lain muncul karena banyak orang tua tidak menguasai materi matematika.
4. Faktor Guru
Dibandingkan dengan guru-guru bidang
studi lain, guru matematika cenderung mudah terkena godaan untuk “gampang
marah” terhadap siswa. Hal ini disebabkan karena banyak tuntutan seperti target kurikulum, target kelulusan lewat
ujian nasional dan lain-lain .Sementara itu siswa nampak kurang semangat dan
kurang respon, jadi yang ada guru menjadi "gemas" dan
"geregetan". Menurut Suwarsono(1999), dari berbagai penelitian faktor
guru inilah yang sering dianggap menjadi penyebab yang paling penting mengapa
banyak siswa merasa takut atau memiliki minat rendah terhadap matematika.
Faktor – faktor lain penyebab kurangnya minat belajar siswa
terhadap matematika. Hal ini tidak terlepas dari 2 alasan pelajar tidak suka matematika sebagai berikut ini:
1.
Susah memahami materi. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kebanyakan pelajar
mengatakan "Matematika itu sulit", banyak sekali rumus-rumus yang
harus dikuasai oleh pelajar, belum lagi dengan perubahan-perubahan suatu rumus
yang membuat para pelajar stres dan pada akhirnya semangat untuk belajar matematika menjadi berkurang atau bahkan hilang.
2.
Tidak mengetahui manfaat matematika. Kita
tahu bahwa matematika itu sangat berguna dalam hal jual beli, pengukuran suatu
benda atau jarak suatu tempat dll. Namun ketika materi matematika yang
diajarkan sudah berada pada tingkat tinggi seperti "Integral,
Program Linear, Matriks, Vektor, Tranformasi, Barisan dan deret, Eksponen,
Logaritma" banyak sekali guru yang tidak mengajarkan atau
memberitahukan tentang manfaat materi tersebut terhadap kehidupan sehari-hari
yang pada akhirnya membuat pelajar merasa bahwa "mempelajari
matematika itu tidak ada gunanya" dengan begitu secara otomatis
akan membuat minat mempelajari matematika berkurang.
3.7.3.
Solusi
permasalahan
Motivasi
belajar merupakan keinginan atau dorongan pada diri seseorang baik secara sadar
maupun tidak sadar untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan tujuan tertentu.
Dalam hal ini siswa perlu diberi perlakuan agar timbul motivasi belajar pada
diri siswa yaitu diciptakan suatu kondisi tertentu sehingga siswa tergerakkan
untuk belajar.
Terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan motivasi dalam pembelajaran matematika yaitu :
1. Dukungan pembelajaran matematika oleh
masyarakat terutama pada sistem, seperti dewan sekolah dan tata usaha (TU),
orangtua dan wali, murid dan industri, pejabat terpilih, dan media.
2. Penciptaan
suasana yang positif dalam pembelajaran matematika.
3. Peningkatan sikap siswa terhadap
matematika.
4. Perhatian untuk keterampilan belajar.
5. Penetapan tinggi, lebih dari harapan.
6. Penyesuaian pekerjaan rumah untuk peningkatan
efektivitas.
7. Pengenalan siswa harus menempatkan pendidikan sebelum
pekerjaan part-time.
8. Dukungan lebih keterlibatan orangtua
/ keluarga yang didukung oleh guru dan sekolah.
9. Peningkatan bimbingan / penyuluhan siswa.
Motivasi memberikan kontribusi
pada kemampuan untuk memecahkan masalah. Komponen motivasi belajar dalam
jurnal Motivation To Learn (Connie Firth: 2010) adalah :
1. Rasa Ingin Tahu
Tugas seorang pendidik adalah untuk memelihara
keingintahuan siswa dan menggunakan rasa ingin tahu sebagai motif untuk
belajar. Salah satunya dengan memberikan siswa stimulus yang baru tapi tidak terlalu
berbeda dari apa yang telah mereka ketahui sebelumnya.
Menyajikan stimulus yang benar-benar asing dapat menimbulkan kecemasan
daripada keingintahuan. Penyajian permasalahan matematika
harus berbeda dari permasalahan sebelumnya tetapi dengan tingkatan yang
bertahap. Keseimbangan
antara kompleksitas dan kejelasan juga perlu diperhatikan. Keingintahuan adalah motif
intrinsik untuk belajar, dan dengan demikian belajar tidak tergantung pada penghargaan
yang diberikan oleh guru tetapi
siswa sendiri tertarik belajar karena keingintahuan mereka.
Hal ini sesuai teori kognitif
Vygotsky yang menjelaskan bahwa pembelajaran harus berada pada Zone
Proximate Development (ZPD) yaitu pembelajaran dimana siswa secara individu
belum mampu mencapai tujuan pembelajaran akan tetapi dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara bersama-sama, misalnya dengan kerja kelompok, penelitian,
dll.
2. Percaya Diri
Konsep percaya diri dapat diterapkan untuk belajar siswa. Siswa yang
meragukan
kemampuan mereka untuk sukses adalah siswa yang kurang termotivasi untuk belajar.
Memberikan tugas secara
berkelompok dan
memberikan kesuksesan awal pada siswa adalah salah satu metode pengembangan kepercayaan
diri siswa. Dalam
pembelajaran matematika penting memberikan kesuksesan di awal pada siswa agar
siswa termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran selanjutnya. Apabila guru
memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada siswa maka dengan urutan dari yang
mudah, sedang dan susah sehingga siswa merasa bisa mengerjakan dan selanjutnya
termotivasi mengerjakan tugas tersebut.
3. Sikap
Setiap pendidik pasti pernah menjumpai siswa yang
mempunyai sikap kurang baik. Dalam pendidikan,
pembelajaran memang tidak hanya dinilai melalui sikap tetapi sikap merupakan
salah satu hal yang penting. Terdapat tiga pendekatan untuk mengubah sikap,
yaitu memberikan pendekatan
persuasif, memperkuat
perilaku yang sesuai, dan mendorong perpaduan antara kognitif, afektif,
dan komponen
sikap. Sikap sangat berkaitan dengan motivasi karena ada
korelasi yang positif diantara keduanya, apabila sikap belajar matematika siswa
baik maka motivasi siswa juga tinggi demikian sebaliknya apabila motivasi belajar
tinggi maka sikap siswa terhadap pembelajaran matematika juga baik.
4. Kebutuhan
Kebutuhan masing-masing siswa sangat bervariasi. Klasifikasi tingkatan kebutuhan manusia oleh Maslow. Ada lima tingkatan kebutuhan ini: (1) Fisiologis (tingkat bawah) (2) Keselamatan (tingkat
rendah) (3) Cinta dan barang-barang (tingkat sedang) (4) Penghargaan dan penghormatan (tingkat tinggi) (5) Aktualisasi diri (tingkat
tinggi). Motivasi siswa pada tingkatan rendah akan berbeda
dengan motivasi siswa pada tingkatan tinggi. Siswa tidak akan siap untuk
belajar jika kebutuhan tingkat
rendah belum terpenuhi. Misalnya siswa
yang ke sekolah masih dalam keadaan lapar maka mereka tidak mampu belajar
karena kurang konsentrasi. Dengan kata lain kebutuhan tingkat rendah harus dipenuhi terlebih dahulu
agar motivasi siswa ada.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan motif intrinsik untuk belajar
yang terkait dengan kepercayaan diri siswa. Seseorang
akan diberi penghargaan bila mereka melakukan pekerjaan dengan baik. Bagi beberapa siswa sukses dalam suatu hal belum tentu
cukup. Guru tidak boleh hanya memberikan kondisi dimana siswa dapat berhasil
tetapi juga memberikan kesempatan kepada siswa bahwa mereka mampu menyelesaikan
sendiri tugas-tugas yang menantang. Seperti
pepatah
lama, mengajarkan seseorang untuk menangkap ikan akan lebih
baik daripada memberikan ikan untuk lauk makan. Demikian pula belajar tanpa proses
pemahaman
pasti cepat hilang. Dukungan
dari faktor luar, penghargaan dan dorongan penting bagi
siswa untuk mencapai kompetensi. Pencapaian kompetensi itu
sendiri menjadi
faktor pendorong intrinsik.
6. Motivator Eksternal
Lingkungan yang
aktif dapat meningkatkan partisipasi dan menghilangkan kebosanan siswa. Strategi pembelajaran yang
diberikan harus fleksibel,
kreatif dan terus-menerus diterapkan. Mengkondisikan lingkungan belajar, metode
pengajaran dan bahan belajar yang bervariasi akan meningkatkan motivasi siswa. Kondisi
eksternal yang mendukung kondisi internal meliputi; ketentuan untuk relevansi,
pilihan, kontrol, tantangan, tanggung jawab, kompetensi, menyenangkan, dan
dukungan dari orang lain dalam bentuk kepedulian, penghormatan dan bimbingan dalam pengembangan kemampuan.
Solusi agar siswa dapat menyukai mata
pelajaran matematika
Beberapa upaya yang dapat dilakukan
guru agar dapat mengubah pandangan negatif siswa tentang matematika, antara
lain:
1.
Memberikan informasi pengetahuan kepada peserta didik
tentang kegunaan matematika secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari di
semua bidang.
2.
Memberikan informasi kepada peserta didik tentang fungsi
materi matematika yang akan dipelajarai dalam penyelesaian masalah kehidupan
sehari-hari.
3.
Memberikan materi pelajaran matematika dengan menyenangkan,
hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan sedikit cerita tentang sejarah
ditemukannya materi tersebut sebelum dimulainya pelajaran.
4.
Dalam penyampaian materi sebelum mengenalkan rumus-rumus,
terlebih dahulu memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan materi/rumus yang akan disampaikan.
5.
Jika materi yang akan disampaikan menurut ukuran peserta
didik termasuk materi yang sulit, maka memberikan materi dan persoalan dengan
cara dimulai dari hal yang mudah.
6.
Memberikan materi dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dipahami peserta didik (tidak bergantung pada bahasa matematika).
Selain guru, pemerintah pun
mempunyai peran penting dalam mengubah pandangan siswa tentang matematika. Agar materi matematika mudah dipahami oleh
siswa, pemerintah terutama kementrian pendidikan nasional juga harus ikut
berperan, antara lain:
1.
Untuk segera mengevaluasi standar kompetensi pelajaran
matematika yang tertuang di dalam standar isi.
2.
Menyesuaikan standar kompetensi pelajaran matematika dengan
usia perkembangan peserta didik.
3.
Menyederhanakan materi pelajaran matematika, namun lebih
memperdalam kompetensi pelajaran matematika.
Solusi
Merubah Mindset Siswa Terhadap Mata Pelajaran Matematika Berdasarkan Teori –
Teori Perkembangan Peserta Didik :
1.
Berdasarkan
teori Rogers dalam teori humanistiknya, Rogers membedakan dua type belajar.
Salah satunya adalah Experiental atau pengalaman.
Berdasarkan
teori tersebut, kita sebagai guru setidaknya memberikan kesan yang baik saat
pembelajaran berlangsung, agar siswa mendapat pengalaman yang baik dan pengalam
tersebut akan melekat dalam diri siswa hingga kejenjang yang lebih tinggi.
Ceritakanlah pengalaman, Pengalaman guru matematika dalam menemukan
metode-metode yang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal juga perlu
diceritakan kepada siswa sehingga siswapun mampu mengambil
maknanya sebagai contoh bagi siswa untuk terus
menemukan teknik-tekniknya sendiri dalam menyelesaikan soal.
Berdasarkan teori
Rogers, yaitu Berikan Motivasi. Motivasi belajar sangatlah penting
bagi siswa. Siswa yang mampu
menyelesaikan soal haruslah diberi pujian yang wajar. Hal ini akan menumbuhkan
motivasi belajarnya untuk terus meningkatkan kemampuan matematikanya.
Berceritalah untuk memberi inspirasi. Berceritalah kepada siswa tentang para ahli matematika yang
telah melakukan hal-hal yang menakjubkan yang berjasa di bidang matematika. Misalnya
tentang Issac Newton, Bernouli, Alkuarizmi, von Neumann, Gauss dan
ahli matematika lainnya yang akan memberikan inspirasi bagi siswa untuk
menumbuhkan minat matematika siswa.
2.
Berdasarkan
teori Skinner yaitu memberikan stimulus. Alangkah baiknya siswa
diberi stimulus atau rangsangan berupa hal – hal yang menarik tentang
matematika.
Berdasarkan program pembelajaran yang diterapkan teori
skinner, yaitu; Modul dan Program
Pembelajaran lainnya. Berikanlah teka-teki ataupun permainan
matematika. Sering terjadi ketika belajar matematika ternyata siswa mengalami
kebosanan, mungkin karena metode yang digunakan, mungkin karena belajar di
jam-jam terakhir dan lainnya yang menyebabkan siswa kurang semangat
belajarnya. Saat itulah guru perlu membangkitkan kembali semangatnya
dengan cara memberikan pembelajaran matematika dalam bentuk
permainan ataupun bentuk teka-teki. Hal ini ternyata cukup ampuh
untuk membangkitkan kembali semangat belajar siswa.
3.
Berdasarkan
teori Jean Piaget yaitu Teori Belajar
Kognitif, peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru.
Siswa akan merasa bosan ketika proses
pembelajaran hanya sekedar duduk, mendengarkan dan mengerjakan tugas. Oleh
karena itu, bisa dilakukan dengan berkelompok. Guru memberi sebuah permasalahan
yang nantinya siswa harus mencoba, atau melakukan sebuah experiment. Jadi,
siswa tidak akan merasa bosan dengan system pembelajaran yang berbeda dari
biasanya.
4.
Berdasarkan
Teori Bronfenbrenner, Teori Ekologi Mikrosistem yaitu interaksi yang paling
dekat atau langsung dengan agen – agen sosial.
Sebagai
orang tua atau keluarga, guru dan teman sebaya hendaknya berinteraksi membantu
siswa untuk memperbaiki asumsi siswa
tentang matematika.
Pada
umumya siswa berasumsi bahwa matematika adalah pelajaran yang
sukar. Ketika guru mampu mengubah asumsi siswa, sehingga
sebelum belajar siswa punya asumsi bahwa pelajaran matematika adalah
pelajaran yang mudah dipelajari. Hal ini akan sangat membantu guru
untuk menanamkan konsep matematika kepada siswa.
5.
Berdasarkan
Teori Etologi Kelekatan Emosi “Bowlby’s”, dalam hal ini orang tua
dapat berperan penting dalam proses pembelajaran siswa. Sebagai orang yang sangat
dekat dengan siswa, hendaknya orang tua membantu merubah mindset siswa tentang
hal – hal yang siswa tidak suka. Termasuk belajar matematika. Orang tua bisa
melakukan pendekatan terhadap anak, apa alas an anak tidak menyukai matematika.
Kemudian orang tua mengkonsultasikan kepada guru. Sehingga terjalin kerjasama
untuk merubah mindset siswa.
6.
Berdasarkan
Teori Albert Bandura, pengamatan melalui meniru pelaku. Siswa akan tertarik atau meniru orang – orang disekitarnya,
khususnya orang dapat berpengaruh terhadap diri siswa. Jadi, seorang guru harus
memberi contoh yang baik, memberikan pengalaman – pengalaman yang baik. Agar
siswa menjadikan hal itu sebagai model, dan meniru hal tersebut.
Jauhkan
hukuman fisik pada siswa. Hukuman fisik seperti berdiri di depan kelas, berdiri
di atas bangku, membersihkan WC dan
sebagainya bukanlah cara yang tepat untuk mendidik siswa.
Cara seperti ini akan menambah kebencian siswa terhadap
gurunya. Demikian juga dengan mata pelajaran yang diajarkannya akan
semakin tidak diminati siswa. Jauhkanlah memberikan hukuman kepada
siswa dan kalaupun harus memberikan hukuman maka berikanlah hukuman yang
didalamnya siswa belajar. Misalnya dengan memberikan tugas
menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan materi yang sementara
diajarkan.
Menurut Houghton Mifflin dalam Psychology Applied
To Teaching terdapat beberapa saran untuk memotivasi siswa saat pembelajaran yaitu :
1. Berikan perlakuan yang membantu siswa
menempatkan diri mereka dan bekerja ke arah tujuan jangka panjang.
2. Pastikan bahwa siswa mengetahui apa
yang mereka lakukan, bagaimana melanjutkan langkah, dan bagaimana menentukan
kapan mereka telah mencapai tujuan pembelajaran.
3. Membuat segala kemungkinan agar
memenuhi dapat meminimalkan kekurangan seperti aspek psikologi, kenyamanan,
kesesuaian, dan penghargaan.
4. Mengakomodasi rancangan instruksional
sesuai aspek psikologi siswa.
5. Membuat kelas secara fisik dan psikologis aman.
6. Menunjukkan kepada siswa bahwa kita menghargai mereka
dan bahwa siswa sangat berperan dalam pembelajaran.
7. Merancang pengalaman belajar
sedemikian hingga semua siswa dapat memperoleh nilai minimal.
8. Meningkatkan ketertarikan terhadap
pembelajaran matematika.
9. Mengarahkan pengalaman belajar secara
langsung akan sukses sebagai upaya untuk mendorong peningkatan prestasi, sebuah
konsep diri yang positif, dan self-efficacy (kepercayaan diri) yang
tinggi.
10. Memberikan tujuan yang menantang tetapi dapat dicapai
dan, bila perlu, yang melibatkan siswa.
11. Memberikan hasil pengetahuan dengan menekankan hal
yang positif.
12. Cobalah untuk mendorong pencapaian
prestasi, kepercayaan diri, dan arah diri pada siswa yang membutuhkan kemampuan
ini.
13. Menggunakan rencana pelatihan
motivasi.
14. Menggunakan metode pembelajaran
kooperatif.
15. Cobalah membuat pembelajaran menarik
dengan mengutamakan kegiatan, investigasi, percobaan, interaksi sosial, dan
kegunaan (manfaat).
Beberapa solusi tersebut dapat disimpulkan bagaimana solusi
agar meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar matematika, yaitu :
1.
Merubah mindset siswa terhadapa pelajaran matematika. Bahwa
matematika adalah pelajaran yang menarik, mudah, dan bermanfaat.
2.
Seorang guru hendaknya memberikan penjelasan tentang apa
manfaat materi yang akan dipelajari untuk kehidupan sehari-hari.
3.
Dalam penyampaian materi walaupun materi tersebut sulit,
jangan pernah mengatakan kepada siswa bahwa materi tersebut sulit atau susah.
Guru harus mengatakan bahwa materi tersebut mudah, sehingga siswa termotivasi
untuk menyelesaikan permasalahan materi tersebut tanpa berfikir bahwa mereka
mampu atau tidak. Karena sudah tertanam pada siswa bahwa materi tersebut mudah.
4.
Guru harus menggunakan bahasa
yang mudah dipahami siswa, metode pembelajaran yang bervariasi, menarik dan
menggunakan alat dan media yang menarik agar siswa tidak bosan dan termotivasi
untuk mengikuti pelajaran.
5.
Siswa harus memiliki kegiatan aktif agar siswa tidak merasa
bosan saat proses pembelajaran. Jadi guru tidak hanya menerangkan dan kemudian
memberikan tugas. Sehingga dapat menimbulkan siswa bosan saat pembelajaran.
Biarkan siswa berkreasi, berfikir aktif.
6.
Seorang guru seharusnya memberikan contoh–contoh nyata dalam
kehidupan sehari–hari yang berkaitan tentang materi. Sehingga siswa mudah
memahami materi.
Banyak
sekali masalah yang terkait dengan pembelajaran dan pendidikan. Masalah -
masalah tersebut tidak bisa dibiarkan terus menerus. Karena jika masalah – masalah
tersebut tetap dibiarkan tanpa ada pemecahannya akan mengganggu kegiatan
belajar, akan mengganggu prestasi peserta didik sehingga tujuan pembelajaran
tidak dapat tercapai.
BAB IV
PENUTUP
4.
Kesimpulan dan Saran
4.1.Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penyebab kesulitan belajar dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu keadaan fisik yang kurang baik, faktor psikologis yang
terganggu, keadaan sekitar lingkungan yang kurang baikjuga berpengaruh pada
siswa, dan kurangnya motivasi siswa dalam belajar.
Selain
itu siswa memerlukan bimbingan mengenai masalah belajarnya dengan guru
konselingnya. Langkah yang dilakukan guru konseling adalah call them approach
yaitu memanggil siswa untuk diwawancarai tentang masalah yang menghambat proses
belajar, maintain good relations yaitu membuat hubungan yang baik dengan siswa,
dan developing a desire for counselings yaitu proses konseling secara intensif.
Dari
pembuatan makalah ini, kita dapat mengetahui :
1. Faktor-faktor yang
menjadi penyebab siswa dalam kesulitan proses belajar.
Adapun solusi yang diberikan guru dan orang tua dalam
mengatasi masalah belajar siswa yaitu:
1. Memberi
pendekatan kepada siswa.
2. Memberi
motivasi tanpa ada beban sekalipun.
3. Memberikan
bimbingan kepada siswa.
4. Memberikan
system pembelajaran yang efektif agar siswa tidak menjadi bosan dalam proses
belajar berlangsung.
Menurunnya semangat belajar remaja disebabkan dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu
yang berasal dari diri individu sendiri yang ada dua yaitu faktor fisiologi dan
faktor psikologi. Sedangkan faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar
individu yakni faktor lingkungannya.
Untuk mengatasi faktor eksternal dengan kesadaran
orang tua dan perhatian mereka terhada proses belajar anak. Selain itu juga
dalam hal pergaulan mencari teman yang giat belajar. Juga perhatian
guru sangat berpengaruh. Sementara faktor internal dengan
kesadaran sendiri akan pentingnya belajar serta cara menyamankan dirinya dalam
belajar. Sepeti bagaimana mengatur waktu dengan baik agar sesuai dengan
kebutuhkan.
Dari hasil observasi yang
kita lakukan, dapat kita ketahui bahwa ada 2 faktor yang dapat membuat siswa
mengalami kesulitan dalam pembelajaran, yaitu:
Faktor internal
belajar siswa, meliputi sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar siswa,
konsentrasi siswa, cara mengolah pembelajaran, rasa percaya diri siswa,
kebiasaan belajar, dan cita-cita siswa.
Faktor eksternal belajar
siswa, meliputi guru sebagai pembina siswa belajar, sarana dan prasarana,
lingkungan siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.
Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan
Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :
1.
Melakukan pendekatan terhadap siswa
2.
Pencarian data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi
dengan orang tua siswa dan wali kelas.
3.
Melakukan konsultasi secara privat.
4.2.Saran
Agar proses belajar siswa
dapat berlangsung dengan baik, diharapkan guru memberi sistem pembelajaran yang
efektif, dan juga bimbingan kepada siswa. Sehingga siswa dapat terus berkembang
dalam proses pembelajaran.
Saran untuk pihak sekolah atau
pendidik dan untuk mahasiswa calon pendidik adalah :
1.
Dalam pelaksaan bimbingan konseling di sekolah, guru BK harus bisa mengetahui kesulitan belajar yang terjadi pada diri siswa dan mampu memberikan solusi terhadap masalah tersebut.
2.
Seorang guru harus bisa memahami karakter siswa
masing-masing, harus menguasai pedagogik.
3.
Seorang alangkah baiknya menguasai berbagai metode
pembelajaran agar siswa tidak merasa jenuh saat belajar.
4.
Kita sebagai mahasiswa jurusan pendidikan yang nantinya akan menjadi guru dan mengajar harus lebih bisa memahami dan mempelajari bimbingan belajar.
5.
Sebagai mahasiswa calon pendidik, kita
harus belajar metode-metode pembelajaran agar nantinya kita bisa mengkondisikan
kelas saat pembelajaran berlangsung.
6.
Sebagai mahasiswa calon pendidik,
seharusnya kita belajar memahami karakter setiap orang. Agar ketika kita
dihadapkan langsung pada peserta didik kita mampu memahami karakter siswa kita.
Sehingga kita mampu mengenali masalah – masalah yang terjadi pada peserta
didik. Dan membantu peserta didik untuk memecahkan masalah tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Aisyah, T.S.
(2008). Penerapan Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Matematika
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi Jurusan
Pendidikan Matematika FKIP UNPAS
Herman, T.
(2011). Membangun Pengetahuan Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.
Radiansyah,
I. (2010). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis.
Diakses 5
mei 2011
Puspita,
D.R. (2009). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Multimedia
Interaktif Tipe Tutorial terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa SMP di Jawa
Barat.
Diakses 22
April 2011