Jumat, 08 Mei 2015

Mari Budayakan Kejujuran......!!

Diposting oleh Unknown di 21.59 2 komentar

Mempercayai sesuatu yang tidak dilandasi kejujuran, maka akan menjadi derita yg berkepanjangan. Baik bagi yang mempercayai dan yang membohongi. Begitu pula tidak mempercayai sebuah kejujuran akan menjadikan ketidaknyamanan hati dalam menjalani kehidupan. Merasa tidak dihargai dan tidak dipercaya padahal sudah jujur. Dan terus menerus dihantui ketakutan dan paranoid karena tidak bisa mempercayai sebuah kejujuran. Jadi, betapa ‘jujur’ dan ‘percaya’ adalah barang yang paling mahal dalam suatu hubungan. Entah itu keluarga, persahabatan, dunia kerja, terutama pasangan.
 
Tak terbayangkan akan betapa sederhananya hidup ketika kita selalu jujur dan percaya, dalam arti mengikhlaskan dan mensyukuri segalanya. Namun, bukanlah hidup jika tanpa perjuangan. Karena untuk jujur dan percaya pun kita membutuhkan perjuangan.
Dan ketika kita sudah memilikinya, maka kita akan sadar bahwa kekuatan itu adalah jujur dan percaya.
Saya bukanlah tipe orang yang mudah percaya dengan orang lain, walaupun orang itu sudah merupakan sahabat dekat sekalipun, tetapi sekali dia melakukan ‘pelanggaran’ sebuah janji atau kejujuran, orang itu sudah mendapatkan kredit poin negatif (-1) dari saya. Untuk membuat kredit poin itu kembali ke posisi nol (0), membutuhkan waktu yang cukup lama untuk saya kembali mempercayakan suatu hal dalam hidup. Memang hal ini bukanlah sesuatu yang baik, hal ini adalah sesuatu yang buruk yang sebenarnya tidak perlu dipertahankan. Namun dengan dalih sebagai seorang manusia yang tak luput dari kesalahan dan dosa, sikap tidak mudah percaya tersebut begitu kuat tertanam dalam diri saya selama ini.
 
Saya menghargai orang yang bisa saya percaya, yang mampu menggunakan kepercayaan yang telah saya berikan dengan baik, tidak malah menyalahgunakannya. Saya menghargai orang yang bisa menepati janji, walaupun janji itu terlambat dipenuhi, asal ada alasan yang masuk akal dan dapat diterima sebagai keabsahan bersama, saya masih menghargai orang itu dan akan memberikan kesempatan kedua. Tetapi apabila ada yang hanya bersikap seperti para petinggi kita yang obral janji waktu kampanye tapi tidak pernah ada realisasinya, jangan harap saya percaya pada apa yang dikatakannya dikemudian hari, walaupun dengan disertai argumentasi yang hebat, data yang komplit, atau kemampuan persuasi yang tingkat tinggi. No way… ! Sekali saya mengalami kekecewaan, dikecewakan, apalagi sampai berkali-kali tidak menetapi janji, dan yang terlebih parah adalah menyalahgunakan kepercayaan yang saya berikan, jangan harap saya mudah percaya pada apa yang dikatakan orang itu.
 
Tampaknya nilai sebuah kepercayaan masih perlu mendapatkan ujian secara terus-menerus, masih perlu mendapat perhatian khusus bagi kita yang nantinya (atau yang sudah) berkecimpung dalam dunia kerja, ataupun yang masih kuliah. Kita mendapatkan kepercayaan untuk belajar, menghasilkan nilai ujian yang baik, lulus sarjana, bisa mendapatkan pekerjaan, menyelesaikan setiap tugas dan pekerjaan dengan baik (tidak harus sempurna, karena tidak ada manusia yang dapat bekerja secara sempurna!) dan memenuhi segala kewajiban kita (tidak hanya menuntut hak!) serta memegang teguh apa yang telah kita ucapkan sebagai janji.
 
 
 
 
Hmm....,, kalau kita mau dipercaya dan dihargai maka jangan sampai kita melanggar apa yang sudah kita ucapkan dan selalu bertanggung jawab atas semua ucapan (janji) dan tindakan kita.
FIGHT....!! Mari kita budayakan kejujuran agar kita dapat dipercaya.
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 


Rabu, 06 Mei 2015

Diposting oleh Unknown di 21.47 0 komentar
pendidikan matematika

BAB III

PEMBAHASAN

 

3.      Permasalahan Pembelajaran Matematika, Faktor – Faktor Permasalahan, Dan Solusi Permasalahan

Selama melaksanakan observasi di SMPN 5 PONOROGO, penulis menemukan beberapa permasalahan pembelajaran matematika, diantaranya yaitu :

3.1.Menurunnya konsentrasi belajar siswa

3.1.1.      Permasalahan

Menurut j.Biggers (1980) belajar pada pagi hari lebih efektif dari pada belajar pada waktu-waktu lainnya. Hal ini dikarenakan pada pagi hari kondisi jasmani dan rohani siswa masih segar (fresh) dan memori otak masih kosong, sehingga mudah menyerap materi yang diajarkan. Menurut Tjipto Utomo, dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, seseorang (siswa) akan mengalami peningkatan konsentrasi setelah menit ke-20. Setelah itu secara perlahan konsentrasi mereka akan menurun.

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Hal ini sejalan dengan pendapat Rooijakker dalam Dimyati dan Mudjiono, mengatakan bahwa “kekuatan perhatian selama 30 menit telah menurun”. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa menit, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.

Ketika pembelajaran sudah berlangsung 20 menit, beberapa siswa mulai tidak konsentrasi dalam belajar. Mereka lebih tertarik dengan kegiatan lain. Misal berbicara dengan teman sebangku, memperhatikan lingkungan luar kelas. Jika hal itu tetap dibiarkan, maka dapat mengakibatkan pembelajaran terhambat, dan siswa tersebut tidak dapat memahami materi karena siswa tidak konsentrasi dalam belajar.

3.1.2.      Faktor – faktor penyebab menurunnya konsentrasi belajar

Rendahnya konsentrasi siswa terhadap suatu pelajaran, belum tentu sumber kesalahannya terletak pada diri siswa. Keterampilan guru menyampaikan materi ajar yang kurang memadai dapat menyebabkan kelas menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan siswa. Suara guru yang kurang keras, sikap guru yang kurang tegas, metode pembelajaran yang kurang tepat, atau posisi guru saat mengajar bannyak duduk dapat membawa suasana yang tidak menarik perhatian.

Selain itu cara guru berhubungan dengan siswa juga sangat menentukan. Guru yang suka marah, mengejek, jarang tersenyum, atau kurang adil dapat membat siswa menjadi takut dan tidak senang, yang dapat bermuara pada menurunnya konsentrasi. Materi ajar yang sulit, terlalu mudah atau kurang variatif dapat mendorong menurunnya konsentrasi siswa. Materi ajar yang terlalu sulit dapat mengakibatkan siswa menjadi putus asa, takut dan kurang berminat terhadap pelajaran. Sebaliknya materi ajar yang terlalu mudah membuat siswa cenderung menganggap enteng dan cepat merasa bosan, sehingga konsentrasi siswa menurun.

3.1.3.      Solusi permasalahan

Konsentrasi belajar dapat ditingkatkan dengan meningkatkan perhatian siswa dalam belajar. Cara-cara tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan hal-hal yang mempengaruhi konsentrasi belajar yang dikemukakan oleh Hamalik (1995:50)

1.      Motivasi meningkatkan motivasi siswa. Siswa dimotivasi agar melakukan perbuatan belajar. Motivasi yang timbul karena kebutuhan dari dalam diri siswa memang lebih baik, tetapi jika tidak ada atau belum muncul maka guru perlu memberikan rangsangan sehingga timbul motivasi belajar siswa. Selain itu perlu diwaspadai jika terjadi penurunan motivasi siswa.

2.      Mempersiapkan bahan belajar yang mudah dipahami siswa, disusun dari yang umum ke yang khusus, dari yang mudah ke yang sulit, disertai contoh-contoh yang mudah dipahami.

3.      Mempersiapkan alat bantu belajar. Jika perlu guru dapat melakukan diversivikasi alat bantu belajar dengan bantuan siswa dengan cara membuatnya atau menyediakan sendiri, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan alat bantu belajar atau alat peraga tersebut, diharapkan siswa lebih berkonsentasi dalam belajar.

4.      Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Suasana belajar yang kondusif di rumah maupun di sekolah antara lain suasana yang tenang, tidak ramai oleh berbagai bunyi dan suara, sehingga mendukung konsentrasi belajar seseorang.

5.      Menjaga kondisi siswa dalam belajar agar tetap sehat sehingga anak dapat konsentrasi belajar. Untuk itu jika anak mengalami penurunan kesehatan perlu segera diantisipasi agar konsentrasi belajarnya tidak menurun.

Selain itu, untuk meningkatkan konsentrasi belajar siswa perlu memperhatikan konsep belajar yang efektif. Belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada. Faktor-faktor tersebut dijelaskan oleh Tabrani dkk. (1989:23) sebagai berikut :

1.      Peserta didik yang belajar harus melakukan banyak kegiatan.

2.      Belajar memerlukan latihan dengan jalan relearning, recall, dan review agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan pelajaran yang belum dikuasai akan dapat menjadi milik peserta didik.

3.      Belajar akan lebih berhasil jika peserta didik merasa berhasil dan mendapat kepuasan.

4.      Peserta didik yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya.

5.      Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar karena semua pengalaman belajar secara berurutan diasosiasikan sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman.

6.      Pengalaman masa lampau (bahan persepsi) dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh peserta didik, besar peranannya dalam proses belajar.

7.      Faktor kesiapan belajar.

8.      Faktor minat dan usaha.

9.      Faktor fisiologis yaitu kondisi badan peserta didik yang belajar.

10.  Faktor intelegensi.

 

3.2.Kurangnya rasa percaya diri pada peserta didik

3.2.1.      Permasalahan

Rasa percaya diri timbul dari keinginan siswa untuk mewujudkan suatu hal. Beberapa siswa mengalami penurunan rasa percaya diri. Hal ini disebabkan lingkungan sekolah atau perasaan yang tidak mendukung. Ini dapat menyebabkan siswa merasa lemah. Dalam konteks proses pembelajaran, kesiapan untuk belajar sangat menentukan aktifitas belajar siswa. Apabila guru dapat berinteraksi dengan siswa secara baik, akrab, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikan oleh guru, sehingga siswa mempelajarinya dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya apabila guru kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka ia segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Hal ini yang menyebabkan siswa merasa kurang percaya diri.

3.2.2.      Faktor – faktor penyebab kurangnya rasa percaya diri pada peserta didik

Dari teori behaviorisme dapat diambil kesimpulan bahwa kurangnya rasa percaya diri dari seorang siswa bisa dikarenakan lingkungan belajarnya, teman sekelasnya, ataupun guru yang mengajar, dan bisa dikarenakan rasa takutnya terhadap dirinya sendiri dan dia tidak bisa menerima dirinya sendiri. Dalam artian siswa merasa takut terhadap keputusan yang telah diambil, takut apa yang telah ia lakukan dapat membahayakan dirinya atau orang lain.

3.2.3.      Solusi permasalahan

Di dalam permasalahan ini perlu adanya stimulus dan respon agar siswa yang kurang percaya diri dalam belajar agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. Jika dilihat secara teori belajar behavioristik, teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus(S) dan keluaran atau output yang berupa respon (R). Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus (s) dan respon (r) dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati.

3.3.Kebiasaan belajar yang buruk

3.3.1.      Permasalahan

Kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor penunjang tercapainya prestasi belajar siswa. Dalam rangka mencapai prestasi belajar yang diharapkan, maka dalam kegiatan belajarnya, siswa hendaknya mempunyai sikap dan cara belajar yang sistematis. Namun beberapa siswa banyak yang melakukan kegiatan belajar yang tidak baik.

Kebiasaan belajar yang buruk tersebut dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, bergaya, datang terlambat. Untuk sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidak mengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri.

Adapun perilaku belajar yang dikategorikan sebagai kebiasaan buruk adalah:

1.      Belajar hanya ketika ada PR

2.      Belajar kalau akan ada ulangan

3.      Belajar kalu didampingi ibu/bapak

4.      Belajar sambil tiduran

5.      Belajar sambil menonton TV

6.      Belajar sambil main SMS

7.      Belajar tanpa membawa atau menggunakan alat tulis

8.      Mengerjakan soal latihan tanpa membaca materi sebelumnya

9.      Belajar samapi larut malam hampir sepanjang hari

10.  Belajar tanpa target dan tujuan

11.  Waktu luang banyak dihabiskan untuk kegiatan yang kurang bermanfaat

12.  Belajar kalau diperintahkan atau diawasi orangtua

3.3.2.      Faktor – faktor penyebab kebiasaan belajar yang kurang baik

Ada banyak faktor mengapa anak memiliki kebiasaan buruk dalam belajar. Faktor-faktor terebut adalah :

a.    Faktor lingkungan, faktor lingkungan yang turut mendorong terjadinya kebiasaan buruk anak dalam belajar antara lain adalah : lingkungan fisik rumah yang tidak mendukung, fasilitas belajar yang terbatas, lingkungan keluarga yang tidak berpendidikan, control yang lemah dari orangtua, lingkungan sekolah yang kurang mendorong tumbuhnya semangat untuk belajar di rumah, lingkungan masyarakat yang kurang mendukung terhadap iklim belajar yang baik, anak banyak berteman dengan kelompok yang malas belajar.

b.    Faktor pribadi anak, faktor pribadi anak mengapa memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut : motivasi yang rendah, need for achievement anak rendah, kesehatan anak yang terganggu, tidak tahu bagaimana belajar yang baik, tidak ada kedisplinan dalam belajar, tidak bias mengatur waktu, anak salah memilih teman bergaul.

3.3.3.      Solusi permasalahan

Menurut Djamarah (2002: 97-106) solusi dari kebiasaan belajar yang buruk dapat dilakukan, yaitu dengan:

 

a.       Masuk kelas dengan tepat waktu

Siswa dalam melakukan kegiatan belajar di sekolah tidak pernah lepas dari suatu peraturan sekolah yang salah satunya adalah masuk kelas tepatwaktu. Ini merupakan kewajiban yang mutlak harus dipatuhi oleh semuasiswa adapun upaya untuk dapat masuk kelas dengan tepat waktu memperhitungkan jarak antara runah dengan sekolah.

b.      Mengikuti Pelajaran

Kewajiban pertama setiap siswa yang belajar di sekolah ialahmengikuti pelajaran. Pelajaranyang diikuti secara tertib dan penuhperhatian serta dicatat dengan baik akan memberikan pengetahuanbanyak kepada siswa. Kebiasaan mengikuti pelajaran ini ditekankan ruda kebiasaan memperhatikan penjelasan guru, membuat catatan, dankeaktifan siswa di kelas. Ketika sedang menerima penjelasan dari guru tentang materi tertentu dan suatu mata pelajaran semua perhatian harus tertuju kepada guru.Pendengaran harus betul-betul dipusatkan kepada penjelasan guru. Jangan bicara, karena apa yang dibicarakan itu akan dapat membuyarkan konsentrasi pendengaran. Perhatian memegang peranan penting untuk menyerap apa yang guru sampaikan atau jelaskan di kelas. Jadi masalah mendengarkan penjelasan guru tidak bisa dipisahkan dari kegiatan konsentrasi dalam belajar.

Menurut Sudjana(2004: 165) ada beberapa solusi dalam mengatasi situasi belajar yang bruruk yaitu:

a.       Baca dan pelajari bahan pelajaran yang telah lalu dan bahan yang akan dipelajari, selanjutnya agar selalu siap menghadapi pelajaran.

b.      Periksa keperluan belajar sebelum berangkat.

c.       Konsentrasi pada saat pelajaran berlangsung.

d.      Catat pokok bahasan yang diterangkan oleh guru.

e.       Ajukan pertanyaan jika ada hal yang belum jelas.

f.       Jika diberikan tugas, mintalah penjelasan secukupnya sebelum dikerjakan.

g.       Tanyakan pada guru, buku apa yang perlu dibaca untuk memperdalam materi.

h.      Memantapkan Materi Pelajaran setelah menerima pelajaran di sekolah, ada baiknya apabila mengulang kembali pelajaran yang diajarkan oleh guru, misalnya jika ada jam kosong maka pada pada jam kosong tersebut dipergunakan waktu sebaik-baiknya untuk mengulang pelajaran yang barn diajarkan tersebut di kelas.

 

3.4.Suasana kelas yang tidak kondusif

3.4.1.      Permasalahan

Lingkungan pembelajaran dalam hal ini, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.

Lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikian rupa, sehingga dapat memfasilitasi anak dalam melaksanakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspektasi yang tinggi bagi kesuksesan seluruh anak secara individual. Menurut Saroni (2006) dalam Kusmoro (2008), lingkungan pembelajaran terdiri atas dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah,  dalam hal ini dalam ruang kelas belajar di sekolah. Lingkungan fisik dapat berupa sarana dan prasarana kelas, pencahayaan, pengudaraan, pewarnaan, alat/media belajar, pajangan serta penataannya.

Sedangkan lingkungan sosial merupakan pola interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran. Interaksi yang dimaksud adalah interkasi antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan sumber belajar, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, lingkungan sosial yang baik memungkinkan adanya interaksi yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini menjadi permasalahan yang sering terjadi dikalangan siswa. Terlihatnya suasana kelas yang tidak mendukung akan membuat terganggunya proses belajar siswa. Seperti terdapatnya sampah, coret-coretan, suara berisik, dan lain-lain.

Dari hasil observasi, ketika kita memasuki beberapa ruang kelas ternyata di dalam ruang kelas tersebut sarana prasarana kurang mendukung. Misalnya tidak ada LCD proyektor tetap, tidak ada kipas angin sehingga mengganggu proses pembelajaran. Ketika siang hari udara didalam kelas terasa panas. Sehingga siswa tidak konsentrasi dalam mengikuti pembelajaran.

Selain itu, ketika pembelajaran akan dimulai banyak terdapat sampah diruang kelas. Sehingga siswa harus membersihkan ruang kelas terlebih dahulu. Hal itu menyebabkan proses pembelajaran tertunda.

 

 

3.4.2.      faktor – faktor penyebab lingkungan tidak kondusif

1.      Suasana dalam kelas. Guru menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan pembelajaran di ruang kelas. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan sangat menentukan kondusif atau tidaknya suasana belajar. Kemudian bagaimana guru menguasai situasi belajar siswa. Guru tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, namun yang lebih penting adalah mampu menguasai dinamika kelas yang dihuni oleh berbagai sifat dan watak siswa. Jika guru tidak mampu menguasai dinamika kelas, suasana kelas akan gaduh dan ribut oleh sikap dan perbuatan siswa yang beraneka ragam.

2.      Lingkungan di sekitar kelas atau sekolah. Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila didukung suasana yang nyaman dan tentram di sekitar kelas atau sekolah. Lokasi sekolah yang berada terlalu dekat dengan keramaian, seperti: pasar, pinggiran jalan raya atau pabrik cenderung mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar. Tidak hanya persoalan bunyi, bau tak sedap pun dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa dalam belajar. Sekolah yang berada terlalu dekat dengan areal peternakan atau perkebunan karet misalnya, akan membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif.

 

Faktor – faktor lain penyebab lingkungan belajar tidak kondusif :

a.        Tingkat penguasaan materi oleh siswa di dalam kelas

Efek negatif jika materi yang akan disampaikan terlalu tinggi atau sulit dan tidak dilakukan penyesuaian materi maka biasanya akan menimbulkan kegaduhan kelas atau siswa kurang serius untuk mengikuti materi yang sedang dibahas.

b.       Fasilitas yang diperlukan

Jika suatu materi membutuhkan fasilitas alat, media, tempat atau biaya tertentu dan itu ternyata diluar kemampuan kelas atau sekolah maka sebaiknya dilakukan penyesuaian seperlunya tanpa mengurangi esensi materi yang sedang disampaikan.

c.        Kondisi siswa

Jumlah jam belajar yang harus diselesaikan oleh siswa dalam satu hari juga menjadi salah satu faktor penyebab kelelahan siswa. Siswa lesu, mengantuk, lapar atau karena ada kegiatan diluar yang akan dilakukan dan sebagainya ini dapat mempengaruhi situasi kelas. 

d.       Metode Pembelajaran

Banyak guru yang tidak menyadari bahwa teknik mengajar yang digunakan untuk menyampaikan materi tidak cocok dengan situasi kelas yang hal tersebut bisa menjemukan dan kurang menggairahkan suasana kelas. 

 

3.4.3.      solusi permasalahan

Menurut Naim (2009), ada dua aspek penting yang perlu dikembangkan oleh seorang guru sehingga mampu menciptakan pembelajaran yang kondusif bagi siswa, yaitu pribadi guru dan suasana pembelajaran. Perpaduan kedua aspek tersebut akan menjadikan dimensi inspiratif semakin menemukan momentum untuk mengkristal dan membangun energi perubahan positif dalam diri siswa. Kepribadian guru sebagai orang dewasa dapat menjadi model sekaligus pengarah dan fasilitator belajar yang tercermin dari suasana atau iklim pembelajaran yang diciptakan di dalam kelas. Kedua aspek ini, pada gilirannya akan mampu mengakumulasi potensi diri para siswa untuk semakin meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya.

Suasana kelas yang kondusif tentu saja didambakan oleh semua guru dalam mengajar. Kelas yang kondusif akan memudahkann transfer nilai-nilai yang akan kita ajarkan pada siswa kita.

Beberapa cara menciptakan kelas yang kondusif antara lain adalah:

a.     pengamatan karakter siswa

seorang guru harus bisa dan mulai belajar dalam memahami dan mendalami karakter siswa. Manfaat nyata ketika sudah mampu memahami karakter siswa maka dengan mudah mengatur model pembelajaran dan penguasaan dikelas.

b.    Membuat peraturan atau tat tertib

Peraturan atau tata tertib yang sengaja dibuat demi sebuah kemajuan peserta didik tentu sangatlah penting. Peraturan yang terbuat akan membuat mereka peka dan disiplin.

c.     Penguasaan materi ajar

Seorang pendidik harus mampu menguasai materi ajar dengan baik, gruru yang tidak menguasai materi ajar akan membuat perhatian siswa buyar.

d.    Konsisten

Jika sudah memiliki jurus ampuh dalam menciptakan suasana kelas yang kondusif maka langkah yang paling penting adalah sebuah konsiten. Percuma saja sudah menyusun program dalam menciptakan kelas yang kondusif namun tidak dijalankan dengan baik dan berkelanjutan.

e.     Kenyamanan

Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.

f.     Keindahan

Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berpengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar.

 

g.     Fleksibilitas (Keluwesan)

Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.

 

3.5.      Ketidakmampuan belajar

3.5.1.      Permasalahan

Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak lancar, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi.

Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. Dengan demikian kesulitan belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu keadaan di mana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya” (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 77).

Kesulitan belajar mencakup permasalahan pemahaman anak dalam memahami materi yang diterima. Dengan demikian, kesulitan belajar merupakan hasil dari gangguan dari satu atau lebih proses yang terkait dengan mengamati, berpikir, mengingat atau belajar. Gangguan ini bukan karena terutama untuk mendengar dan perbedaan  atau visi masalah, faktor-faktor sosial-ekonomi, budaya atau bahasa, kurangnya motivasi atau mengajar tidak efektif.

Dari hasil observasi kelas, saat guru memberikan sebuah permasalahan beberapa siswa kesulitan dalam memecahkan masalah tersebut. Kesulitan yang dihadapi siswa ini timbul dikarenakan ketidakmampuan siswa dalam menerima materi yang diberikan. Siswa kurang memahami potensi yang mereka miliki. Ketika guru tidak bertanya tentang kesulitan siswa dalam belajar, siwa tidak berani untuk bertanya atau mengungkapkan kesulitan yang dialami.

3.5.2.      Faktor – faktor penyebab ketidakmampuan belajar

Faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi salah satu penyebab anak berkesulitan belajar. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehaviour) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan minggat dari sekolah.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya ketidakmampuan belajar terdiri dari dua macam, yakni:

a.         Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri.

b.        Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa itu sendiri.

Kedua faktor ini meliputi ragam keadaan sebagai berikut:

1.        Faktor intern siswa

Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yaitu:

a.         Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa;

b.        Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;

c.         Yang berdifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

 

2.    Faktor ekstern siswa

Faktor ekstern siswa meliputi semua kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:

a.         Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara kedua orang tua, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.

b.        Lingkungan sekitar/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (pear group) yang nakal.

c.         Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat pendukung sarana belajar yang berkualitas rendah.

3.5.3.      Solusi permasalahan

a.       Mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan didalam dunia yang senantiasa berubah ini, melalui bertindak atas dasar pemikiran secara logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, kreatif, dan efektif.

b.      Mempersiapkan anak didik agar dapat memahami materi pelajaran secara tepat dan mampu menyelesaikan masalah dalam proses pembelajaran.

c.       Mengingatkan kepada peserta didik untuk selalu belajar, dan banyak latihan supaya kesulitan-kesulitan dalam proses pembelajaran  tersebut dapat terselesaikan dengan mudah

 

3.6.      Kurangnya perhatian siswa pada saat pembelajaran

3.6.1.      permasalahan

Lingkungan sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat. Pendidikan sekolah di dalam kelas dapat dikatakan sebagai sebuah pembelajaran. Pembelajaran menurut Sugihartono (2007: 81) adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta hasil yang optimal.

Dalam menyampaikan ilmu pengetahuan tentunya ada tiga komponen pokok yang harus ada, yaitu pendidik (guru), bahan ajar (materi), dan siswa. Guru bertugas menyampaikan bahan ajar dan siswa menerima bahan ajar tersebut. Guru di dalam kelas dituntut mampu menghadapi situasi kelas dengan karakteristik siswa yang berbeda-beda. Dengan adanya karakteristik siswa yang berbeda-beda, maka di dalam menerima bahan ajar pun juga berbeda-beda. Agar dapat menerima bahan ajar dengan baik, maka siswa perlu memperhatikan penyampaian bahan ajar yang disampaikan oleh guru. Persoalan ini termasuk dalam persoalan intern pembelajaran.

Aunurrahman (2010: 178) menyatakan bahwa: “Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian siswa, baik fisik maupun mental. Berkaitan dengan aspek - aspek fisik tentu akan relatif lebih mudah diamati dan dipahami, dibandingkan dengan dimensi - dimensi mental atau emosional. Sementara dalam kenyataannya, persoalan - persoalan pembelajaran lebih banyak berkaitan dengan dimensi mental atau emosional.”

Tampak jelas bahwa persoalan mental atau emosional akan lebih banyak ditemui oleh guru, salah satunya adalah perhatian siswa pada saat pembelajaran. Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Dimyati (2006: 42) berpendapat bahwa: “Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan ajar sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan ajar itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari - hari akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.  Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.”

Perhatian merupakan pemusatan tenaga psikis yang tertuju pada suatu objek. Perhatian dalam suatu pembelajaran dipusatkan pada penyampaian materi yang diberikan oleh guru. Siswa membangkitkan perhatiannya ke segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran biasanya dalam bentuk  suara, warna, bentuk, dan gerak yang diberikan oleh guru.

Dari berbagai macam bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, ada satu bahan pelajaran yang sering kurang  mendapat perhatian dan tidak disukai oleh sebagian siswa, yaitu Matematika.  Matematika masih dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan, sukar, dan tidak menarik sehingga siswa kurang termotivasi dalam mempelajari Matematika.

Dalam kegiatan KBM sering terjadi masalah siswa tidak memperhatikan pembelajaran. Jika hal itu terus berlanjut maka akan mengganggu proses pembelajaran siswa. Pada waktu observasi magang di SMPN 5 PONOROGO hal itu juga terjadi. Ada beberapa siswa ketika pembelajaran berlangsung mereka tidak memperhatikan pembelajaran, tetapi mereka lebih tertarik dengan aktivitas mereka sendiri.

Berdasar sebuah studi UC Davis (ScienceDaily: 2009) menunjukkan bahwa masalah perhatian dapat menghambat belajar dan awal gangguan kejiwaan seperti ini sebagian penyebab kegagalan di kemudian hari. Contoh dari rendahnya perhatian siswa dapat dilihat dalam setiap pembelajaran, siswa yang melakukan kegiatan di luar kegiatan belajar, maka siswa tersebut tidak memperhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung.

3.6.2.      Faktor – faktor penyebab kurangnya perhatian siswa pada saat pembelajaran

Faktor – faktor yang menyebabkan kurangnya perhatian siswa dalam kegiatan belajar, yaitu :

1.      Siswa tidak suka dengan materi pembelajaran

2.      Siswa tidak bisa materi tersebut, sehingga menimbulkan masa bodo (acuh tak acuh) terhadap materi

3.      Siswa bosan dengan metode pembelajaran

4.      Siswa tidak tertarik dengan metode pembelajaran yang diberikan oleg guru

5.      Tidak adanya motivasi belajar terhadap siswa sehingga siswa tidak memperhatikan pembelajaran

3.6.3.      Solusi permasalahan

Menurut Rusmita Kurniati (2009): “Perhatian siswa meliputi perilaku siswa dalam proses belajar mengajar dalam  bentuk kemauan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru, mengerjakan tugas yang diberikan guru, mencatat materi penting, melihat gambar atau media yang digunakan, mendengarkan pendapat teman, menjawab pertanyaan dari guru, dan bersikap tenang di dalam kelas.”

Perhatian siswa dapat ditunjukkan dalam aktivitas yang dilakukan dalam pembelajaran. Jika siswa benar-benar memperhatikan, maka siswa akan mengikuti aktivitas pembelajaran dengan baik. Syaiful Bahri Djamarah (2011: 38) menyatakan aktivitas belajar tersebut meliputi mendengarkan, memandang, meraba, membau, mencicipi, menulis atau mencatat, membaca, membuat ringkasan, mengamati, mengingat, dan men gerjakan latihan.

Siswa yang memperhatikan pembelajaran, maka siswa akan mengikuti semua aktivitas pembelajaran di dalam kelas. Siswa tidak memiliki kegiatan lain selain kegiatan yang diberikan atau diarahkan oleh guru. Siswa yang memperhatikan pembelajaran dengan baik maka akan menerima apa yang telah disampaikan oleh guru tersebut dengan baik pula, sehingga tidak akan terjadi  miss communication yang dapat berakibat fatal. Selain itu, siswa akan mudah dalam mengerjakan soal -soal sesuai dengan materi  yang telah disampaikan guru dan akan memperoleh prestasi yang baik pula. Misalnya, siswa mendengarkan bagaimana seorang guru menjelaskan tentang urutan mengerjakan soal penjumlahan dalam pembelajaran Matematika. Jika siswa mendengarkan dari awal hingga akhir penjelasan guru, maka siswapun akan mudah mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan penjumlahan sehingga siswa akan menjawab dengan benar dan mendapat prestasi yang baik meskipun bilangan yang digunakan berbeda.

*      Solusi pemecahan masalah terkait kurangnya perhatian siswa dalam KBM yang dapat dilakukan oleh guru :

Selain siswa yang membangkitkan  perhatiannya sendiri, guru juga dapat membangkitkan perhatian peserta didiknya, yaitu dengan cara :

1.      Menggunakan metode pembelajaran secara bervariasi,

2.      Menggunakan media yang menarik namun tetap sesuai dengan materi,

3.      Menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton, dan

4.      Menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing.

Abu Ahmadi (2003: 149) menyatakan bahwa masing-masing siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda maka memiliki perhatian yang berbeda-beda pula. Perhatian itu dapat terbagi menjadi perhatian spontan dan perhatian disengaja, perhatian statis dan dinamis, perhatian konsentratif dan distributif, perhatian sempit dan luas, serta perhatian fiktif dan fluaktif.

3.7.      Kurangnya motivasi siswa dalam belajar matematika

3.7.1.      Permasalahan

Mayoritas soal Matematika yang diberikan guru terlalu kaku. Umumnya, siswa di Indonesia lebih banyak mengerjakan soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol Matematika yang dikemas  dalam konteks yang jauh dari realitas kehidupan sehari -hari. Akibatnya, siswa sering kali merasa bosan dan menganggap Matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Siswa pun tidak mampu menerapkan teori di sekolah untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan  anggapan bahwa pelajaran Matematika itu tidak menyenangkan maka siswa tidak mau memperhatikan guru saat pelajaran berlangsung. Mereka justru memiliki kegiatan sendiri di luar kegiatan pelajaran.

Siswa yang tidak memperhatikan penjelasan dari guru, tidak akan dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan, karena pelajaran Matematika itu perlu penjelasan keruntutan dalam mengerjakan bahkan ada yang memerlukan media dalam penyelesaiannya. Hal yang paling berbahaya jika siswa sudah tertinggal dalam mengikuti pembelajaran, yaitu siswa akan kesulitan dalam menerima materi atau bahan pelajaran berikutnya. Di dalam Matematika terjadi kesinambungan antara rumus yang terdahulu dengan rumus-rumus berikutnya.

Rendahnya prestasi belajar juga dapat disebabkan oleh motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran Matematika masih kurang. Motivasi yang kurang itulah yang akan membuat siswa kurang mau memperhatikan guru dalam pembelajaran. Apabila motivasi itu tumbuh pada siswa, maka siswa akan melakukan aktivitas belajar dengan baik dan meraih hasil yang optimal.

Contoh rendahnya motivasi dalam pembelajaran yaitu adanya siswa yang tidak melakukan kegiatan belajar. Hal ini pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Selain itu, siswa juga belum memiliki dorongan atau merasa butuh untuk belajar Matematika.

Motivasi mengacu pada “kesediaan siswa, kebutuhan, keinginan dan keharusan dalam berpartisipasi, dan keberhasilan dalam proses pembelajaran”. Motivasi merupakan alasan individu untuk berperilaku dalam situasi tertentu. Motivasi biasanya didefinisikan sebagai kekuatan yang menjelaskan semangat, seleksi, arah, dan kelanjutan perilaku. Motivasi dapat memberikan alasan, insentif, antusiasme, atau kepentingan yang menyebabkan tindakan tertentu atau perilaku tertentu. Motivasi ada dalam kehidupan sehari-hari misalnya tindakan sederhana, yaitu makan dimotivasi oleh rasa lapar.

Demikian pula pendidikan yang dimotivasi oleh keinginan untuk pengetahuan. Secara komprehensif motivasi merupakan bagian dari tujuan seseorang, keyakinan seseorang mengenai apa yang dianggap penting.

3.7.2.      Faktor – Faktor Penyebab Rendahnya Motivasi Siswa Dalam Belajar Matematika

Banyak faktor yang menentukan apakah siswa termotivasi atau tidak termotivasi untuk belajar. Motivasi dapat timbul karena adanya perlakuan dari luar (eksternal) maupun adanya perlakuan dari dalam (internal). Faktor internal berasal dari dalam diri siswa sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri siswa misalnya dari lingkungan keluarga, masyarakat, guru, orangtua, teman, dll.

Pandangan atau persepsi dari masyarakat terhadap matematika bahwa matematika itu sulit juga berdampak pada motivasi siswa terhadap pembelajaran matematika. Pengalaman pembelajaran matematika dari jenjang sebelumnya juga sangat berpengaruh terhadap motivasi siswa. Siswa tidak akan termotivasi jika pembelajaran matematika dalam jenjang sebelumnya tidak berjalan dengan baik.

Karakteristik matematika yang sangat khas antara lain yaitu bersifat abstrak, menggunakan lambang-lambang yang kurang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, proses berfikir yang dibatasi oleh aturan-aturan yang ketat, dan materi dalam matematika kadang tidak terlihat kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan kebanyakan siswa  tidak mudah untuk secara langsung menaruh minat terhadap matematika.

Siswa harus bekerja keras terlebih dahulu untuk dapat melihat “k e i n d a h a n” atau daya tarik matematika. Banyak siswa yang tidak memiliki ketekunan dan mau bergelut dengan kerja keras untuk menemukan “k e i n d a h a n” tersebut.

*      Faktor-faktor lain yang menyebabkan siswa kurang berminat dalam belajar matematika :

1.      Faktor Budaya

Makin banyaknya teknologi yang dapat menggantikan peran kerja manusia, makin membuat orang tidak mau bekerja keras dan cenderung menyerahkan banyak hal kepada mesin atau alat bantu lain.

2.      Faktor Sistem Pendidikan dan Kurikulum

Sistem pendidikan kita cenderung menentukan segala sesuatunya dari “atas”, paradigma ini kemudian berpengaruh dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru adalah sumber informasi utama dan siswa adalah seolah bejana kosong yang akan diisi dengan berbagai macam pengetahuan. Siswa hanya sebagai objek belajar dan proses belajar masih berpusat pada guru. Masalah lain adalah kurikulum yang padat materi dengan alokasi waktu yang terbatas, tidak kontekstual dengan tingkat kesulitan tidak sesuai dengan perkembangan siswa.

3.      Faktor orang tua atau keluarga

Banyak orang tua kurang dapat memahami beratnya beban siswa dalam belajar di sekolah, sehingga banyak orang tua yang tidak supportif terhadap anak-anaknya. Terkadang orang tua terlalu mengandalkan proses belajar di sekolah, sehingga perkembangan siswa tidak terpantau atau bahkan tidak terperhatikan sama sekali. Jika pun ada orang tua yang mempunyai waktu lebih untuk memperhatikan perkembangan belajar anaknya, masalah lain muncul karena banyak orang tua tidak menguasai materi matematika.

4.      Faktor Guru

Dibandingkan dengan guru-guru bidang studi lain, guru matematika cenderung mudah terkena godaan untuk “gampang marah” terhadap siswa. Hal ini disebabkan karena banyak tuntutan seperti target kurikulum, target kelulusan lewat ujian nasional dan lain-lain .Sementara itu siswa nampak kurang semangat dan kurang respon, jadi yang ada guru menjadi "gemas" dan "geregetan". Menurut Suwarsono(1999), dari berbagai penelitian faktor guru inilah yang sering dianggap menjadi penyebab yang paling penting mengapa banyak siswa merasa takut atau memiliki minat rendah terhadap matematika.

Faktor – faktor lain penyebab kurangnya minat belajar siswa terhadap matematika. Hal ini tidak terlepas dari 2 alasan pelajar tidak suka matematika sebagai berikut ini:

1.      Susah memahami materi. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kebanyakan pelajar mengatakan "Matematika itu sulit", banyak sekali rumus-rumus yang harus dikuasai oleh pelajar, belum lagi dengan perubahan-perubahan suatu rumus yang membuat para pelajar stres dan pada akhirnya semangat untuk belajar matematika menjadi berkurang atau bahkan hilang.

2.      Tidak mengetahui manfaat matematika. Kita tahu bahwa matematika itu sangat berguna dalam hal jual beli, pengukuran suatu benda atau jarak suatu tempat dll. Namun ketika materi matematika yang diajarkan sudah berada pada tingkat tinggi seperti "Integral, Program Linear, Matriks, Vektor, Tranformasi, Barisan dan deret, Eksponen, Logaritma" banyak sekali guru yang tidak mengajarkan atau memberitahukan tentang manfaat materi tersebut terhadap kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya membuat pelajar merasa bahwa "mempelajari matematika itu tidak ada gunanya" dengan begitu secara otomatis akan membuat minat mempelajari matematika berkurang.

3.7.3.      Solusi permasalahan

Motivasi belajar merupakan keinginan atau dorongan pada diri seseorang baik secara sadar maupun tidak sadar untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan tujuan tertentu. Dalam hal ini siswa perlu diberi perlakuan agar timbul motivasi belajar pada diri siswa yaitu diciptakan suatu kondisi tertentu sehingga siswa tergerakkan untuk belajar.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan motivasi dalam pembelajaran matematika yaitu :

1.   Dukungan pembelajaran matematika oleh masyarakat terutama pada sistem, seperti dewan sekolah dan tata usaha (TU), orangtua dan wali, murid dan industri, pejabat terpilih, dan media.

2.    Penciptaan suasana yang positif dalam pembelajaran matematika.

3.   Peningkatan sikap siswa terhadap matematika.

4.   Perhatian untuk keterampilan belajar.

5.   Penetapan tinggi, lebih dari harapan.

6.   Penyesuaian pekerjaan rumah untuk peningkatan efektivitas.

7.   Pengenalan siswa harus menempatkan pendidikan sebelum pekerjaan part-time.

8.   Dukungan lebih keterlibatan orangtua / keluarga yang didukung oleh guru dan sekolah.

9.   Peningkatan bimbingan / penyuluhan siswa.

Motivasi memberikan kontribusi pada kemampuan untuk memecahkan masalah. Komponen motivasi belajar dalam jurnal Motivation To Learn (Connie Firth: 2010) adalah :

1.      Rasa Ingin Tahu

Tugas seorang pendidik adalah untuk memelihara keingintahuan siswa dan menggunakan rasa ingin tahu sebagai motif untuk belajar. Salah satunya dengan memberikan siswa stimulus yang baru tapi tidak terlalu berbeda dari apa yang telah mereka ketahui sebelumnya.

Menyajikan stimulus yang benar-benar asing dapat menimbulkan kecemasan daripada keingintahuan. Penyajian permasalahan matematika harus berbeda dari permasalahan sebelumnya tetapi dengan tingkatan yang bertahap. Keseimbangan antara kompleksitas dan kejelasan juga perlu diperhatikan. Keingintahuan adalah motif intrinsik untuk belajar, dan dengan demikian belajar tidak tergantung pada penghargaan yang diberikan oleh guru tetapi siswa sendiri tertarik belajar karena keingintahuan mereka.

Hal ini sesuai teori kognitif Vygotsky yang menjelaskan bahwa pembelajaran harus berada pada Zone Proximate Development (ZPD) yaitu pembelajaran dimana siswa secara individu belum mampu mencapai tujuan pembelajaran akan tetapi dapat mencapai tujuan pembelajaran secara bersama-sama, misalnya dengan kerja kelompok, penelitian, dll.

2.      Percaya Diri

Konsep percaya diri dapat diterapkan untuk belajar siswa. Siswa yang meragukan kemampuan mereka untuk sukses adalah siswa yang kurang termotivasi untuk belajar. Memberikan tugas secara berkelompok dan memberikan kesuksesan awal pada siswa adalah salah satu metode pengembangan kepercayaan diri siswa. Dalam pembelajaran matematika penting memberikan kesuksesan di awal pada siswa agar siswa termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran selanjutnya. Apabila guru memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada siswa maka dengan urutan dari yang mudah, sedang dan susah sehingga siswa merasa bisa mengerjakan dan selanjutnya termotivasi mengerjakan tugas tersebut.

3.      Sikap

Setiap pendidik pasti pernah menjumpai siswa yang mempunyai sikap kurang baik. Dalam pendidikan, pembelajaran memang tidak hanya dinilai melalui sikap tetapi sikap merupakan salah satu hal yang penting. Terdapat tiga pendekatan untuk mengubah sikap, yaitu memberikan pendekatan persuasif, memperkuat perilaku yang sesuai, dan mendorong perpaduan antara kognitif, afektif, dan komponen sikap. Sikap sangat berkaitan dengan motivasi karena ada korelasi yang positif diantara keduanya, apabila sikap belajar matematika siswa baik maka motivasi siswa juga tinggi demikian sebaliknya apabila motivasi belajar tinggi maka sikap siswa terhadap pembelajaran matematika juga baik.

4.      Kebutuhan

Kebutuhan masing-masing siswa sangat bervariasi. Klasifikasi tingkatan kebutuhan manusia oleh Maslow. Ada lima tingkatan kebutuhan ini: (1) Fisiologis (tingkat bawah) (2) Keselamatan (tingkat rendah) (3) Cinta dan barang-barang (tingkat sedang) (4) Penghargaan dan penghormatan (tingkat tinggi) (5) Aktualisasi diri (tingkat tinggi). Motivasi siswa pada tingkatan rendah akan berbeda dengan motivasi siswa pada tingkatan tinggi. Siswa tidak akan siap untuk belajar jika kebutuhan tingkat rendah belum terpenuhi. Misalnya siswa yang ke sekolah masih dalam keadaan lapar maka mereka tidak mampu belajar karena kurang konsentrasi. Dengan kata lain kebutuhan tingkat rendah harus dipenuhi terlebih dahulu agar motivasi siswa ada.

5.      Kompetensi

Kompetensi merupakan motif intrinsik untuk belajar yang terkait dengan kepercayaan diri siswa. Seseorang akan diberi penghargaan bila mereka melakukan pekerjaan dengan baik. Bagi beberapa siswa sukses dalam suatu hal belum tentu cukup. Guru tidak boleh hanya memberikan kondisi dimana siswa dapat berhasil tetapi juga memberikan kesempatan kepada siswa bahwa mereka mampu menyelesaikan sendiri tugas-tugas yang menantang. Seperti pepatah lama, mengajarkan seseorang untuk menangkap ikan akan lebih baik daripada memberikan ikan untuk lauk makan. Demikian pula belajar tanpa proses pemahaman pasti cepat hilang. Dukungan dari faktor luar, penghargaan dan dorongan penting bagi siswa untuk mencapai kompetensi. Pencapaian kompetensi itu sendiri menjadi faktor pendorong intrinsik.

6.      Motivator Eksternal

Lingkungan yang aktif dapat meningkatkan partisipasi dan menghilangkan kebosanan siswa. Strategi pembelajaran yang diberikan harus fleksibel, kreatif dan terus-menerus diterapkan. Mengkondisikan lingkungan belajar, metode pengajaran dan bahan belajar yang bervariasi akan meningkatkan motivasi siswa. Kondisi eksternal yang mendukung kondisi internal meliputi; ketentuan untuk relevansi, pilihan, kontrol, tantangan, tanggung jawab, kompetensi, menyenangkan, dan dukungan dari orang lain dalam bentuk kepedulian, penghormatan dan bimbingan dalam pengembangan kemampuan.

 

*      Solusi agar siswa dapat menyukai mata pelajaran matematika

Beberapa upaya yang dapat dilakukan guru agar dapat mengubah pandangan negatif siswa tentang matematika, antara lain:

1.      Memberikan informasi pengetahuan kepada peserta didik tentang kegunaan matematika secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari di semua bidang.

2.      Memberikan informasi kepada peserta didik tentang fungsi materi matematika yang akan dipelajarai dalam penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari.

3.      Memberikan materi pelajaran matematika dengan menyenangkan, hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan sedikit cerita tentang sejarah ditemukannya materi tersebut sebelum dimulainya pelajaran.

4.      Dalam penyampaian materi sebelum mengenalkan rumus-rumus, terlebih dahulu memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi/rumus yang akan disampaikan.

5.      Jika materi yang akan disampaikan menurut ukuran peserta didik termasuk materi yang sulit, maka memberikan materi dan persoalan dengan cara dimulai dari hal yang mudah.

6.      Memberikan materi dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami peserta didik (tidak bergantung pada bahasa matematika).

            Selain guru, pemerintah pun mempunyai peran penting dalam mengubah pandangan siswa tentang matematika. Agar materi matematika mudah dipahami oleh siswa, pemerintah terutama kementrian pendidikan nasional juga harus ikut berperan, antara lain:

1.      Untuk segera mengevaluasi standar kompetensi pelajaran matematika yang tertuang di dalam standar isi.

2.      Menyesuaikan standar kompetensi pelajaran matematika dengan usia perkembangan peserta didik.

3.      Menyederhanakan materi pelajaran matematika, namun lebih memperdalam kompetensi pelajaran matematika.

*      Solusi Merubah Mindset Siswa Terhadap Mata Pelajaran Matematika Berdasarkan Teori – Teori Perkembangan Peserta Didik :

1.      Berdasarkan teori Rogers dalam teori humanistiknya, Rogers membedakan dua type belajar. Salah satunya adalah Experiental atau pengalaman.

Berdasarkan teori tersebut, kita sebagai guru setidaknya memberikan kesan yang baik saat pembelajaran berlangsung, agar siswa mendapat pengalaman yang baik dan pengalam tersebut akan melekat dalam diri siswa hingga kejenjang yang lebih tinggi. Ceritakanlah pengalaman, Pengalaman guru matematika dalam menemukan metode-metode yang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal juga perlu diceritakan kepada siswa sehingga siswapun mampu mengambil maknanya  sebagai  contoh bagi siswa untuk terus menemukan teknik-tekniknya sendiri dalam menyelesaikan soal.

Berdasarkan teori Rogers, yaitu Berikan Motivasi. Motivasi belajar sangatlah penting bagi siswa. Siswa yang mampu menyelesaikan soal haruslah diberi pujian yang wajar. Hal ini  akan menumbuhkan motivasi belajarnya untuk terus meningkatkan kemampuan matematikanya.

Berceritalah untuk memberi inspirasi. Berceritalah kepada siswa tentang para ahli matematika yang telah melakukan hal-hal yang menakjubkan yang berjasa di bidang matematika. Misalnya tentang Issac Newton, Bernouli, Alkuarizmi, von Neumann, Gauss  dan ahli matematika lainnya yang akan memberikan inspirasi bagi siswa untuk menumbuhkan minat matematika siswa.

2.      Berdasarkan teori Skinner yaitu memberikan stimulus. Alangkah baiknya siswa diberi stimulus atau rangsangan berupa hal – hal yang menarik tentang matematika.

Berdasarkan program pembelajaran yang diterapkan teori skinner, yaitu; Modul dan Program Pembelajaran lainnya. Berikanlah teka-teki  ataupun permainan matematika. Sering terjadi ketika belajar matematika ternyata siswa mengalami kebosanan, mungkin karena metode yang digunakan, mungkin karena belajar di jam-jam terakhir dan lainnya yang menyebabkan siswa kurang semangat belajarnya.  Saat itulah guru perlu membangkitkan kembali semangatnya dengan cara memberikan pembelajaran matematika  dalam bentuk permainan  ataupun bentuk teka-teki. Hal ini ternyata cukup ampuh untuk membangkitkan kembali semangat belajar siswa.

3.      Berdasarkan teori Jean Piaget  yaitu Teori Belajar Kognitif, peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru.

Siswa akan merasa bosan ketika proses pembelajaran hanya sekedar duduk, mendengarkan dan mengerjakan tugas. Oleh karena itu, bisa dilakukan dengan berkelompok. Guru memberi sebuah permasalahan yang nantinya siswa harus mencoba, atau melakukan sebuah experiment. Jadi, siswa tidak akan merasa bosan dengan system pembelajaran yang berbeda dari biasanya.

4.      Berdasarkan Teori Bronfenbrenner, Teori Ekologi Mikrosistem yaitu interaksi yang paling dekat atau langsung dengan agen – agen sosial.

Sebagai orang tua atau keluarga, guru dan teman sebaya hendaknya berinteraksi membantu siswa  untuk memperbaiki asumsi siswa tentang matematika.

Pada umumya siswa berasumsi bahwa matematika adalah pelajaran yang sukar.  Ketika guru mampu  mengubah asumsi siswa, sehingga sebelum belajar siswa punya asumsi  bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang mudah dipelajari.  Hal ini akan sangat membantu guru untuk menanamkan konsep matematika kepada siswa.

5.      Berdasarkan Teori Etologi Kelekatan Emosi “Bowlby’s”, dalam hal ini orang tua dapat berperan penting dalam proses pembelajaran siswa. Sebagai orang yang sangat dekat dengan siswa, hendaknya orang tua membantu merubah mindset siswa tentang hal – hal yang siswa tidak suka. Termasuk belajar matematika. Orang tua bisa melakukan pendekatan terhadap anak, apa alas an anak tidak menyukai matematika. Kemudian orang tua mengkonsultasikan kepada guru. Sehingga terjalin kerjasama untuk merubah mindset siswa.

6.      Berdasarkan Teori Albert Bandura, pengamatan melalui meniru pelaku. Siswa akan tertarik atau meniru orang – orang disekitarnya, khususnya orang dapat berpengaruh terhadap diri siswa. Jadi, seorang guru harus memberi contoh yang baik, memberikan pengalaman – pengalaman yang baik. Agar siswa menjadikan hal itu sebagai model, dan meniru hal tersebut.

Jauhkan hukuman fisik pada siswa. Hukuman fisik seperti berdiri di depan kelas, berdiri di atas bangku, membersihkan WC dan sebagainya  bukanlah  cara yang tepat untuk mendidik siswa. Cara seperti ini akan menambah kebencian  siswa terhadap gurunya.  Demikian juga dengan mata pelajaran yang diajarkannya akan semakin tidak diminati siswa.  Jauhkanlah memberikan hukuman kepada siswa dan kalaupun harus memberikan hukuman maka berikanlah hukuman yang didalamnya siswa belajar.  Misalnya dengan memberikan tugas menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan materi yang sementara diajarkan.

Menurut Houghton Mifflin dalam Psychology Applied To Teaching terdapat beberapa saran untuk memotivasi siswa saat pembelajaran yaitu :

1.      Berikan perlakuan yang membantu siswa menempatkan diri mereka dan bekerja ke arah tujuan jangka panjang.

2.      Pastikan bahwa siswa mengetahui apa yang mereka lakukan, bagaimana melanjutkan langkah, dan bagaimana menentukan kapan mereka telah mencapai tujuan pembelajaran.

3.      Membuat segala kemungkinan agar memenuhi dapat meminimalkan kekurangan seperti aspek psikologi, kenyamanan, kesesuaian, dan penghargaan.

4.      Mengakomodasi rancangan instruksional sesuai aspek psikologi siswa.

5.      Membuat kelas secara fisik dan psikologis aman.

6.      Menunjukkan kepada siswa bahwa kita menghargai mereka dan bahwa siswa sangat berperan dalam pembelajaran.

7.      Merancang pengalaman belajar sedemikian hingga semua siswa dapat memperoleh nilai minimal.

8.      Meningkatkan ketertarikan terhadap pembelajaran matematika.

9.      Mengarahkan pengalaman belajar secara langsung akan sukses sebagai upaya untuk mendorong peningkatan prestasi, sebuah konsep diri yang positif, dan self-efficacy (kepercayaan diri) yang tinggi.

10.  Memberikan tujuan yang menantang tetapi dapat dicapai dan, bila perlu, yang melibatkan siswa.

11.  Memberikan hasil pengetahuan dengan menekankan hal yang positif.

12.  Cobalah untuk mendorong pencapaian prestasi, kepercayaan diri, dan arah diri pada siswa yang membutuhkan kemampuan ini.

13.  Menggunakan rencana pelatihan motivasi.

14.  Menggunakan metode pembelajaran kooperatif.

15.  Cobalah membuat pembelajaran menarik dengan mengutamakan kegiatan, investigasi, percobaan, interaksi sosial, dan kegunaan (manfaat).

 

Beberapa solusi tersebut dapat disimpulkan bagaimana solusi agar meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar matematika, yaitu :

1.      Merubah mindset siswa terhadapa pelajaran matematika. Bahwa matematika adalah pelajaran yang menarik, mudah, dan bermanfaat.

2.      Seorang guru hendaknya memberikan penjelasan tentang apa manfaat materi yang akan dipelajari untuk kehidupan sehari-hari.

3.      Dalam penyampaian materi walaupun materi tersebut sulit, jangan pernah mengatakan kepada siswa bahwa materi tersebut sulit atau susah. Guru harus mengatakan bahwa materi tersebut mudah, sehingga siswa termotivasi untuk menyelesaikan permasalahan materi tersebut tanpa berfikir bahwa mereka mampu atau tidak. Karena sudah tertanam pada siswa bahwa materi tersebut mudah.

4.      Guru harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa, metode pembelajaran yang bervariasi, menarik dan menggunakan alat dan media yang menarik agar siswa tidak bosan dan termotivasi untuk mengikuti pelajaran.

5.      Siswa harus memiliki kegiatan aktif agar siswa tidak merasa bosan saat proses pembelajaran. Jadi guru tidak hanya menerangkan dan kemudian memberikan tugas. Sehingga dapat menimbulkan siswa bosan saat pembelajaran. Biarkan siswa berkreasi, berfikir aktif.

6.      Seorang guru seharusnya memberikan contoh–contoh nyata dalam kehidupan sehari–hari yang berkaitan tentang materi. Sehingga siswa mudah memahami materi.

Banyak sekali masalah yang terkait dengan pembelajaran dan pendidikan. Masalah - masalah tersebut tidak bisa dibiarkan terus menerus. Karena jika masalah – masalah tersebut tetap dibiarkan tanpa ada pemecahannya akan mengganggu kegiatan belajar, akan mengganggu prestasi peserta didik sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

4.      Kesimpulan dan Saran

4.1.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penyebab kesulitan belajar dipengaruhi beberapa faktor, yaitu keadaan fisik yang kurang baik, faktor psikologis yang terganggu, keadaan sekitar lingkungan yang kurang baikjuga berpengaruh pada siswa, dan kurangnya motivasi siswa dalam belajar.

Selain itu siswa memerlukan bimbingan mengenai masalah belajarnya dengan guru konselingnya. Langkah yang dilakukan guru konseling adalah call them approach yaitu memanggil siswa untuk diwawancarai tentang masalah yang menghambat proses belajar, maintain good relations yaitu membuat hubungan yang baik dengan siswa, dan developing a desire for counselings yaitu proses konseling secara intensif.

Dari pembuatan makalah ini, kita dapat mengetahui :

1.      Faktor-faktor yang menjadi penyebab siswa dalam kesulitan proses belajar.

Adapun solusi yang diberikan guru dan orang tua dalam mengatasi masalah belajar siswa yaitu:

1.      Memberi pendekatan kepada siswa.

2.      Memberi motivasi tanpa ada beban sekalipun.

3.      Memberikan bimbingan kepada siswa.

4.      Memberikan system pembelajaran yang efektif agar siswa tidak menjadi bosan dalam proses belajar berlangsung.

Menurunnya semangat belajar remaja disebabkan dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.  Faktor internal yaitu yang berasal dari diri individu sendiri yang ada dua yaitu faktor fisiologi dan faktor psikologi. Sedangkan faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar individu yakni faktor lingkungannya.

Untuk mengatasi faktor eksternal dengan  kesadaran orang tua dan perhatian mereka terhada proses belajar anak. Selain itu juga dalam hal pergaulan mencari teman yang giat belajar. Juga perhatian guru  sangat  berpengaruh. Sementara faktor internal dengan kesadaran sendiri akan pentingnya belajar serta cara menyamankan dirinya dalam belajar. Sepeti bagaimana mengatur waktu dengan baik agar sesuai dengan kebutuhkan.

Dari hasil observasi yang kita lakukan, dapat kita ketahui bahwa ada 2 faktor yang dapat membuat siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran, yaitu:

Faktor  internal belajar siswa, meliputi sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar siswa, konsentrasi siswa, cara mengolah pembelajaran, rasa percaya diri siswa, kebiasaan belajar, dan cita-cita siswa.

Faktor eksternal belajar siswa, meliputi guru sebagai pembina siswa belajar, sarana dan prasarana, lingkungan siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.

Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :

1.      Melakukan pendekatan terhadap siswa

2.      Pencarian data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan wali kelas.

3.      Melakukan konsultasi secara privat.

 

4.2.Saran

Agar proses belajar siswa dapat berlangsung dengan baik, diharapkan guru memberi sistem pembelajaran yang efektif, dan juga bimbingan kepada siswa. Sehingga siswa dapat terus berkembang dalam proses pembelajaran.

Saran untuk pihak sekolah atau pendidik dan untuk mahasiswa calon pendidik adalah :

1.      Dalam pelaksaan bimbingan konseling di sekolah, guru BK harus bisa mengetahui kesulitan belajar yang terjadi pada diri siswa dan mampu memberikan solusi terhadap masalah tersebut.

2.      Seorang guru harus bisa memahami karakter siswa masing-masing, harus menguasai pedagogik.

3.      Seorang alangkah baiknya menguasai berbagai metode pembelajaran agar siswa tidak merasa jenuh saat belajar.

4.      Kita sebagai mahasiswa jurusan pendidikan yang nantinya akan menjadi guru dan mengajar harus lebih bisa memahami dan mempelajari bimbingan belajar.

5.      Sebagai mahasiswa calon pendidik, kita harus belajar metode-metode pembelajaran agar nantinya kita bisa mengkondisikan kelas saat pembelajaran berlangsung.

6.      Sebagai mahasiswa calon pendidik, seharusnya kita belajar memahami karakter setiap orang. Agar ketika kita dihadapkan langsung pada peserta didik kita mampu memahami karakter siswa kita. Sehingga kita mampu mengenali masalah – masalah yang terjadi pada peserta didik. Dan membantu peserta didik untuk memecahkan masalah tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aisyah, T.S. (2008). Penerapan Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UNPAS

Herman, T. (2011). Membangun Pengetahuan Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.

Radiansyah, I. (2010). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis.


Diakses 5 mei 2011

Puspita, D.R. (2009). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Multimedia Interaktif Tipe Tutorial terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa SMP di Jawa Barat.


Diakses 22 April 2011

 

 

 

 

 
 

Linda Tri Handayani Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review